17 Oktober 2017

Produk Layanan Bank Syariah

Hasil gambar untuk produk bank
Khusus untuk bank syariah, produknya memiliki karakteristik khusus, secara umum produk bank syariah tersebut dapat dibagi menjadi tiga yakni sebagai berikut.
1)   Produk penghimpunan dana (funding)
2)   Produk penyaluran dana (financing)
3)   Produk jasa (services)
Dalam penyediaan produk penghimpunan dana dari nasabahnya, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal sebagaimana yang diterapkan di bank konvensional. Menurut Adiwarman A. Karim (2004) bahwa prinsip operasional syariah yang dapat diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat di bank syariah adalah prinsip Wadi’ah dan Mudharabah.

1)   Prinsip Wadi’ah
Prinsip Wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadi’ah yad dhamanah berbeda dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah, pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sementara itu, dalam wadi’ah  dhamanah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan, sehingga ia boleh me­manfaatkan harta titipan tersebut.
Bagan Jenis Akad Wadi’ah



 2)   Prinsip Mudharabah
Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabah. Tujuan akad mudharabah adalah kerja sama antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari bank. Deposan, dengan demikian bukanlah lender atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional.
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan transaksi dalam bentuk akad mudharabah atau ijarah. Hasil usaha ini akan dibagihasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam praktik perbankan syariah, prinsip mudharabah ini diaplikasikan pada produk tabungan berjangka dan deposito.

Dalam menyalurkan dananya kepada para nasabah, sebagaimana dijelaskan oleh Adiwarman A. Karim (2004) bahwa secara umum produk penyaluran dana atau biasa disebut dengan pembiayaan Bank Syariah  dapat dikelompok­kan menjadi empat, yaitu sebagai berikut.
1)   Pembiayaan dengan Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya  perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Rukun jual beli  terdiri atas lima yakni; 1) penjual, 2) pembeli, 3) barang yang dijual, 4) harga dan 5) ijab qabul (perjanjian/persetujuan). Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya menjadi tiga, yakni pembiayaan murabahah, pembiayaan salam, dan pembiayaan istishna’.
Murabahah adalah suatu perjanjian yang disepakati antara bank syariah dengan nasabah, yang mana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya dalam bentuk barang yang dibutuhkan nasabah. Ahmad Gozali (2005:29) berpendapat bahwa murobahah adalah transaksi jual beli dengan mekanisme pembayaran yang dapat ditangguhkan, baik itu ditangguhkan untuk dicicil sampai lunas atau ditangguhkan dengan dibayar lunas pada akhir periode. Namun, biasanya bank menggunakan pembayaran cicilan untuk menjaga kesehatan kondisi keuangannya. Berikut merupakan skema pembiayaan dengan akad murobahah.


Bagan Skema Pembiayaan Murobahah
Adapun salam adalah pembiayaan jual beli yang mana pembeli memberikan uang terlebih dahulu terhadap barang yang dibeli yang telah disebutkan spesifikasinya dengan pengantaran kemudian.
Sedangkan istishna’ adalah perjanjian sewa yang mem­berikan hak kepada penyewa untuk manfaat barang yang akan disewa dengan imbalan uang sewa sesuai dengan persetujuan, dan setelah masa sewa berakhir maka barang dikembalikan kepada pemilik. Ahmad Gozali (2005:31) berpendapat bahwa istishna’ adalah transaksi jual beli dengan pesanan, yang mana pihak pembeli memesan suatu barang untuk dibuatkan baginya, dan mengenai pembayarannya dapat dilakukan di muka sekaligus, bertahap sesuai dengan progress pengerjaan, atau malah dicicil dalam jangka panjang sesuai dengan perjanjian. Berikut contoh skema istishna’ untuk jual beli rumah yang digunakan bank dalam produk pemilikan rumah.
Bagan Skema Istishna’ Rumah
2)   Pembiayaan dengan Prinsip Sewa (Ijarah)
Pada dasarnya, prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, perbedaanya terletak pada objek transaksinya. Dalam jual beli, objek transaksinya adalah barang sedangkan pada ijarah objek transaksinya adalah jasa. Transaksi ijarah dilandasi dengan adanya perpindahan manfaat, bukan perpindahan kepemilikan (hak milik).
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian, dalam ijarah tidak ada perpindahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja  dari yang menyewakan kepada penyewa.
Adapun jenis barang/jasa yang dapat menjadi objek ijarah di antaranya sebagai berikut.
(a)  Barang modal
(b)  Barang produksi
(c)  Barang kendaraan transportasi
(d)  Jasa untuk membayar ongkos: uang sekolah/kuliah, tenaga kerja, hotel, dan transportasi

3)   Pembiayaan dengan Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut.
(a)  Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan Musyarakah adalah kontrak pembiayaan antara Bank Syariah dengan nasabah yang membutuhkan pembiayaan, yang mana bank dan nasabah secara bersama-sama membiayai suatu usaha yang juga dikelola secara bersama atas prinsip bagi hasil.
Bagan Skema Pembiayaan Musyarakah

(b)  Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan Mudharabah adalah kerja sama antara dua pihak, yang mana shahibul maal menyediakan dana, sedangkan mudharib menjadi pengelola dana, dengan keuntungan dan kerugian dibagi menurut kesepakatan dimuka. Mudharabah dapat dibagi menjadi dua, yakni mudharabah al mutlaqah dan mudharabah muqqayadah. Mudharabah al mutlaqah adalah kerja sama antara dua pihak yang mana shahibul maal menyediakan dana dan memberikan kewenangan penuh kepada mudharib dalam menentukan jenis dan tempat investasi, dengan keuntungan dan kerugian dibagi menurut kesepakatan di muka. Adapun mudharabah muqqayadah adalah kerja sama antara dua pihak yang mana shahibul maal menyediakan dana dan memberikan kewenangan terbatas kepada mudharib dalam menentukan jenis dan tempat investasi, dengan keuntungan dan kerugian dibagi menurut kesepakatan di muka.
Bagan  Skema Pembiayaan Mudharabah
4)   Pembiayaan dengan Akad Pelengkap
Akad pelengkap tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tetapi ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pem-biayaan. Dalam akad pelengkap ini, meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad. Akad pelengkap di Bank Syariah, di antaranya Hiwalah (alih utang – piutang),  rahn (gadai), qardh, wakalah, dan kafalah.
(a)  Wakalah
Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Wakalah dapat dimaknai juga sebagai akad perwakilan antara kedua belah pihak (bank dan nasabah) di mana nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan atau jasa tertentu. Atas hal tersebut, bank berhak meminta imbalan berupa fee yang ditetapkan di awal. Syarat dalam akad wakalah adalah sebagai berikut.
(1)  Syarat-syarat muwakil (yang mewakilkan)
Harus pemilik sah.
Orang mukhalaf dalam batas-batas tertentu.
(2)  Syarat wakil (yang mewakili)
Cakap hukum.
Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan ke-padanya.
Wakil adalah orang yang diberi amanat.
(3)  Hal-hal yang diwakilkan
Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili.
Tidak bertentangan dengan syariat islam.
Dapat diwakilkan menurut syariat islam.
(4)  Ijab qobul
Bagan Skema Akad Wakalah
(b)  Qardh
Qardh adalah suatu akad pinjaman (penyaluran dana) kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada Bank Syariah pada waktu yang telah disepakati tanpa adanya tambahan yang ditentukan, baik di awal maupun di depan. Dengan kata lain,  Qardh adalah Pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap imbalan.
Bagan Skema Akad Qardh
(c)  Rahn (Gadai)
Rahn (gadai) adalah akad menjadikan barang yang mempunyai nilai ekonomis sebagai jaminan utang, sehingga pemilik barang yang bersangkutan boleh mengambil utang. Ar Rahn berarti juga pawn(gadai) yaitu kontrak penjaminan dan mengikat pada saat hak penguasaan atas barang jaminan berpindah tangan. Muhammad Syafi’ Antonio (2001) mengartikan bahwa rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memiliki jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Selain menjalankan fungsinya sebagai penghubung antara pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang kelebihan dana, bank syariah dapat pula melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...