17 Oktober 2017

Perusahaan Sewa Guna Usaha (Leasing)

Hasil gambar untuk leasing
Industri Pembiayaan (multi finance) di Indonesia mulai tumbuh pada 1974. Kelahirannya didasarkan pada Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, yaitu Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan. Setahun setelah dikeluarkannya SKB tersebut, berdirilah PT Pembangunan Armada Niaga Nasional pada 1975. Dalam perkembangannya, perusahaan tersebut mengganti namanya menjadi PT (Persero) PANN Multi Finance. Selanjutnya, melalui Keputusan Presiden (Keppres) 61/1988, yang ditindaklanjuti dengan SK Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988, pemerintah membuka lebih luas lagi bagi bisnis pembiayaan, dengan cakupan kegiatan meliputi leasing, factoring, consumer finance, modal ventura, dan kartu kredit.

Dalam perkembangannya, keberadaan perusahaan pembiayaan di Indonesia semakin kuat dengan keluarnya  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK-017/2000 yang disempurnakan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 172/KMK.06/2002 serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.
Salah satu perusahaan pembiayaan yang berkembang pesat di Indonesia adalah Sewa Guna Usaha (Leasing). Istilah leasing berasal dari bahasa Inggris yakni to lease yang berarti menyewakan. Perusahaan leasing di Indonesia disebut perusahaan sewa guna usaha. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84 tahun 2006 tentang Perusahaan Pembiayaan bahwa sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Objek sewa guna usaha adalah barang modal dan pihak lessee memiliki hak opsi dengan harga berdasarkan nilai sisa.
Berdasarkan pengertian sewa guna usaha tersebut dapat diketahui bahwa kegiatan leasing dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sebagai berikut.
1)   Finance lease, yaitu sewa guna usaha dengan hak opsi bagi lessee, dengan ketentuan (a) jumlah pembayaran sewa guna usaha dan selama masa sewa guna usaha pertama kali, ditambah dengan nilai sisa barang yang di-lease harus dapat menutupi harga perolehan barang modal yang di-lease-kan dan keuntungan bagi pihak leasor, (b) dalam perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai hak opsi bagi lessee.
2)   Operating lease, yaitu sewa guna usaha tanpa hak opsi, dengan ketentuan (a) jumlah pembayaran selama leasing pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal ditambah keuntungan bagi lessor, (b) dalam perjanjian leasing tidak memuat mengenai hak opsi bagi lessee.

          Dalam perkembangannya, di Indonesia berkembang pula perusahaan sewa guna  usaha (leasing) dengan prinsip syariah. Menurut Andri Soemitra (2009) bahwa  leasing syariah adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease)  maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran sesuai dengan prinsip syariah. Prinsip operasional usaha leasing syariah di Indonesia berlandaskan kepada Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah serta Fatwa DSN-MUI Nomor 27/DSN-MUI/IV/2002 tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...