Industri
Pembiayaan (multi finance) di Indonesia mulai tumbuh pada 1974.
Kelahirannya didasarkan pada Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, yaitu
Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan. Setahun
setelah dikeluarkannya SKB tersebut, berdirilah PT Pembangunan Armada Niaga
Nasional pada 1975. Dalam perkembangannya, perusahaan tersebut mengganti
namanya menjadi PT (Persero) PANN Multi Finance. Selanjutnya, melalui Keputusan
Presiden (Keppres) 61/1988, yang ditindaklanjuti dengan SK Menteri Keuangan
Nomor 1251/KMK.013/1988, pemerintah membuka lebih luas lagi bagi bisnis
pembiayaan, dengan cakupan kegiatan meliputi leasing, factoring, consumer
finance, modal ventura, dan kartu kredit.
Dalam perkembangannya, keberadaan perusahaan pembiayaan di Indonesia
semakin kuat dengan keluarnya Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 448/KMK-017/2000 yang disempurnakan dengan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 172/KMK.06/2002 serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor
84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.
Salah satu perusahaan pembiayaan yang berkembang pesat di Indonesia adalah
Sewa Guna Usaha (Leasing). Istilah leasing berasal dari bahasa
Inggris yakni to lease yang berarti menyewakan. Perusahaan leasing
di Indonesia disebut perusahaan sewa guna usaha. Menurut Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 84 tahun 2006 tentang Perusahaan Pembiayaan bahwa sewa guna
usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik
secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna
usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna
usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran
secara berkala. Objek sewa guna usaha adalah barang modal dan pihak lessee
memiliki hak opsi dengan harga berdasarkan nilai sisa.
Berdasarkan pengertian sewa guna usaha tersebut dapat diketahui bahwa
kegiatan leasing dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sebagai berikut.
1) Finance lease, yaitu sewa
guna usaha dengan hak opsi bagi lessee, dengan ketentuan (a) jumlah
pembayaran sewa guna usaha dan selama masa sewa guna usaha pertama kali,
ditambah dengan nilai sisa barang yang di-lease harus dapat menutupi
harga perolehan barang modal yang di-lease-kan dan keuntungan bagi pihak
leasor, (b) dalam perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai
hak opsi bagi lessee.
2) Operating lease, yaitu
sewa guna usaha tanpa hak opsi, dengan ketentuan (a) jumlah pembayaran selama leasing
pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal ditambah keuntungan
bagi lessor, (b) dalam perjanjian leasing tidak memuat mengenai
hak opsi bagi lessee.
Dalam perkembangannya, di Indonesia
berkembang pula perusahaan sewa guna
usaha (leasing) dengan prinsip syariah. Menurut Andri Soemitra
(2009) bahwa leasing syariah
adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara
sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating
lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama
jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran sesuai dengan
prinsip syariah. Prinsip operasional usaha leasing syariah di Indonesia
berlandaskan kepada Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Ijarah serta Fatwa DSN-MUI Nomor 27/DSN-MUI/IV/2002 tentang al-Ijarah
al-Muntahiyah bi al-Tamlik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar