5 Agustus 2011

Sejarah Koperasi Indonesia


a. Periode Pendudukan Belanda
Pada periode ini gerakan koperasi dipelopori oleh R. Aria
Wiriaatmaja. Beliau mendirikan semacam koperasi simpan pinjam dengan nama Hulp en Spaar Bank, yang artinya Bank Pertolongan dan Simpanan. Tujuan dari pendirian bank tersebut untuk menolong para pegawai negeri sipil yang terjerat utang dari kaum lintah darat. Selain itu koperasi ini juga membantu petani dan pedagang kecil.
Cita-cita dan ide R. Aria Wiriaatmaja tidak dapat berlanjut
karena tindakan pemerintah Belanda yang merintangi dan
menghambat kegiatan itu. Hal ini dibuktikan dengan didirikannya Algemen Nallescrediet Bank (sekarang menjadi Bank Rakyat Indonesia), rumah gadai, bank desa, dan sebagainya.
Meskipun koperasi tersebut telah diambil alih oleh Belanda, namun tidak menyurutkan semangat para tokoh lainnya untuk mendirikan koperasi.
Misalnya, pada tahun 1908 Boedi Oetomo mendirikan lembaga koperasi konsumsi, tetapi tidak berhasil karena perhatian rakyat terhadap koperasi masih kurang. Selain itu, pada tahun 1912, H. Saman Hudi memelopori berdirinya koperasi industri kecil dan kerajinan dengan tujuan memperkuat perdagangan dan industri dari pedagang Tionghoa.
Untuk menghambat perkembangan koperasi, pemerintah Belanda pada tahun 1915 mengeluarkan Undang-Undang No. 431 tertanggal 7 April 1915. Namun undang-undang ini mendapat kecaman dari masyarakat Indonesia.


b. Periode Pendudukan Jepang
Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942, koperasi tidak mengalami perkembangan melainkan semakin mengalami kemunduran. Hal ini karena adanya ketentuan dari penguasa Jepang bahwa untuk mendirikan koperasi harus mendapat ijin dari pemerintah setempat dan biasanya dipersulit.
Keadaan ini berlangsung dari tahun 1942 sampai dengan 1945.


c. Periode Setelah Kemerdekaan
Pemerintah menggalakkan gerakan menabung guna meningkatkan perekonomian setelah kemerdekaan. Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, muncullah semangat baru untuk menggerakkan koperasi. Pada periode ini, koperasi sudah mendapat landasan hukum yang kuat di dalam pasal 33 ayat (1) UUD 1945. Semakin kuatnya landasan koperasi telah mengantarkan Kongres Koperasi I di Tasikmalaya yang menghasilkan keputusan sebagai berikut:
1) Mendirikan Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI).
2) Tanggal 12 Juli ditetapkan sebagai Hari Koperasi.
3) Mendirikan Bank Koperasi.
4) Asas koperasi adalah gotong royong.
5) Koperasi desa sebagai dasar untuk memperkuat susunan perekonomian.
6) Mengadakan gerakan menabung.
Setelah Kongres Koperasi I berhasil dilaksanakan, kemudian diadakan Kongres Koperasi II di Tasikmalaya pada tanggal 12 Juli 1953 dan menetapkan hal-hal berikut ini.
1) Mengganti SOKRI menjadi Dewan Koperasi Indonesia.
2) Menetapkan pelajaran koperasi sebagai mata pelajaran di sekolah.
3) Menetapkan Drs. Moh. Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.


Kemudian pada tanggal 24 April 1961 di Surabaya diadakan
Musyawarah Koperasi I dan Musyawarah Koperasi II di Jakarta.
Musyawarah tersebut berhasil mengeluarkan UU Koperasi No. 14 Tahun 1965, tentang Pokok-Pokok Perkoperasian. Tetapi isi dari undang-undang tersebut menyimpang dari cita-cita koperasi.
Kemudian pemerintah bertekad untuk memurnikan koperasi
sesuai dengan UUD 1945 pasal 33, maka pada tanggal 18
Desember 1967 disahkan UU Koperasi No. 12 Tahun 1967
tentang Pokok-Pokok Perkoperasian yang berisi tentang:
1) Keanggotaan secara sukarela.
2) Asas demokrasi dan kekuasaan tertinggi pada rapat anggota.
3) SHU dibagikan atas dasar jasa anggota.
4) Ada pembatasan atas dasar bunga modal.
5) Menyejahterakan anggota.
6) Manajemen terbuka.
Namun seiring berjalannya waktu, untuk lebih menyesuaikan
dengan perkembangan zaman, maka pada tanggal 21 Oktober
1992 telah dikeluarkan UU No. 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian. Dengan adanya undang-undang yang baru ini
diharapkan koperasi-koperasi yang telah ada dapat  bertambah maju dan akan tumbuh koperasi-koperasi baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...