26 September 2010

MENINGKATKAN KECERDASAN AKAL

MENINGKATKAN KECERDASAN AKAL UNTUK HIDUP SUKSES
Oleh : Masrukhin, M.Pd

“Segala sesuatu memiliki alat dan persiapan. Alat dan persiapan seorang mukmin ialab akalnya. Segala sesuatu memiliki tunggangan (kendaraan) dan kendaraan seseorang ialab akalnya. Segala sesuatu memiliki penyangga dan penyangga agama ialah akal. Setiap kaum memiliki motivator, dan yang memotivasi para ahli ibadah ialah akaInya. Setiap pedagang memiliki barang dagangan, dan barang dagangan para mujahid ialah akal. Setiap keluarga memiliki pengatur, dan pengatur orang‑orang yang benar yang menisbatkan dirinya kepada‑Nya dan menyebut-nyebut‑Nya adalah akal. Dan setiap orang bepergian memiliki tenda, dan tenda orang‑orang mukmin ialah akal. " (H.R. Al‑Harits bin Usamah dari Ibnu Abbas ra)
Umar bin Khathab ra pernah berkomentar mengenai akal dengan katanya: Mahkota seseorang adalah akalnya, derajat seseorang adalah agamanya, dan harga diri seseorang adalah ahklaqnya."
Seorang sastrawan menggambarkan akal sebagai berikut: "Teman setiap orang adalah akalnya, dan musuhnya adalah kebodohannya. Allah sungguh telah menjadikan. akal sebagai pangkal agama dan juga tiangnya."
Betapa pentingnya peranan akal dalam kehidupan kita. Akal sebagai alat dan persiapan seorang mukmin dalam menjalani kehidupannya. Dan demi menyempurnakan serta menjaga akal kita agar bisa berfungsi secara optimal, maka kita harus menjadikan takwa sebagai bekal hidup kita.
"Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik‑baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada‑Ku hai orang‑orang yang berakal." (Q.S. Al‑Baqarah [21:197)
Dari Sa'id bin al‑Musayyab bahwa Umar, Ubai bin Ka'ab dan Abu Hurairah ra pernah menghadap Rasulullah Saw lalu mereka bertanya: "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling mengerti itu?" Beliau menjawab: "Orang yang berakal. " Mereka mereka bertanya lagi, "Siapakah orang yang paling ahli ibadah?" Beliau menjawab: "Orang yang berakal. Mereka bertanya lagi, "Siapakah orang yang paling utama?" Beliau menjawab: "Orang yang berakal. " Mereka. bertanya lagi: "Bukankab orang yang berakal itu orang yang sempurna dalam menjaga barga dirinya, jelas kefasihannya, yang pemurah tangannya, dan mulia kedudukannya?" Lalu Beliau membaca Q.S. Az‑Zukhruf [43]:35 yang artinya: "Dan semua itu tiada lain adalah kesenangan kehidupan dunia, dan kebidupan akbirat itu di sisi Tubanmu adalah bagi orang‑orang yang takwa. Dan sesunggubnya orang‑orang yang berakal itu ialab orang yang bertakwa walaupun dalam kebidupan dunia ini ia tergolong rendah dan hina. " (H.R. Al‑Harits bin Usamah)

Apa Akal Itu dan Hubungannya dengan Intelektual

Sayyid Hossein Nasr menyebut akal sebagai proyeksi atau cermin dari hati (qalb), tempat keyakinan dan kepercayaan manusia. Dengan itu akal bukan hanya instrumen untuk mengetahui, melainkan juga menjadi wadah bagi "penyatuan" Tuhan dan manusia.
Teori Akal Aktif dari Ibnu Sina dan Al‑Kindi maupun hierarki ilmu dari Al‑Farabi dapat menjelaskan hal itu. Dalam diri manusia, akal bersifat potent  yang kemudian mewujud dalam bentuk jiwa (spirit).
Menurut Rhenis Meister Echart; di dalam jiwa seseorang terdapat sesuatu yang tidak diciptakan dan tidak mungkin dibentuk (oleh manusia). Sesuatu itu adalah intelect. "
Akal, menurut Abi al‑Baqa' Ayyub Ibn Musa al‑Kufi memiliki banyak nama. Tercatat empat nama yang menonjol:
(1)     Al‑lub, karena ia merupakan, cerminan kesucian dan kemurnian Tuhan. Akivitasnya adalah berdzikir dan berpikir.
(2)    Al‑bujab, karena akal ini dap'at menunjukkan bukti‑bukti yang kuat dan mnguraikan hal‑hal yang abstrak.
(3)     Al‑bijr, karena, akal mampu mengikatkan. keinginan seseorang hingga membuatnya dapat menahan diri, dan
(4)     Al‑nuba, karena akal merupakan puncak kecerdasan, pengetahuan dan penalaran.

Mungkinkah Akal Manusia itu Dikembangkan

"Dan janganlab kamu serahkan kepada orang‑orang yang belum sempurna akalnya. " (Q.S. Al‑Nisaa' [41]:5)
"Dan janganlab kamu memakan barta anak yatim lebib dail batas kepatutan dan janganlab kamu) tergesa‑gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa." (Q.S. Al‑Nisaa' [4]:6)
Dalam ayat di atas, dijelaskan bahwa akal manusia itu mengalami perkembangan dari tidak sempurna menuju sempurna. Maka mengembangkan akal manusia agar menjadi lebih baik adalah sangat mungkin, sebagaimana yang telah diisyaratkan, dalam ayat di atas. Dalarn ayat tersebut dijelaskan bahwa manusia, itu mengalami perkembangan baik tubuh maupun kernampuan berpikirnya (kecerdasan)
Pernah imam Syafi'i ditanya: "Apakah kemarnpuan akal itu merupakan potensi yang dibawa sejak lahir?" Jawabnya: "Tidak, tapi akal. itu adalah hasil pergaulan dengan banyak orang dan berdiskusi dengan mereka."
Di lain kesempatan, Imam Syafi'i pernah menganjurkan kepada siapa yang ingin akalnya menjadi jenius agar belajar matematika dengan perkataannya: "Siapa yang mempelajari matematika maka jeniuslah akalnya“.

Cara Mengopfimalkan Kinerja Akal

a. Mengatur Pola Makan

Kita mengenal. makanan empat sehat lima sempurna, yang sering didengungkan oleh banyak orang, di dunia terutama para ahli dari Barat, sebagai makanan yang paling sempurna, Yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Tapi sebenarnya prinsip makanan empat sehat lima sempurna bukanlah Yang terbaik buat tubuh manusia. Yang terbaik adalah prinsip makanan yang datang dari ajaran Islam yaitu halalan tbayiban.  Prinsip makanan ini adalah yang terbaik yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, karena memperhatikan aspek lahiriah maupun ruhiyah.
Seseorang pernah memberi nasihat yang baik: "Barangsiapa meninggalkan haram untuk.makan yang halal, maka jernihlah pikirannya. Oleh karena itu, yang Allah perintahkan kepada seluruh manusia adalah supaya mereka senantiasa mengonsumsi makanan yang halal lagi baik (halalan thayiban).
"Tiada wadah yang dipenubi oleh anak Adam lebih buruk daripada perutnya sendiri. Cukuplab bagi anak Adam beberapa suap makanan untuk menegakkan tulang sulbinya. Apabila terpaksa dia barus memenubinya,
maka sepertiganya untuk makanan, sepertiganya lagi minuman, sepertiga lainnya untuk napasnya. " (H.R. Tirmidzi).
Ini adalah teori tentang bagaimana makan yang paling baik yang pernah 4iajarkan oleh Nabi Muhammad Saw beberapa abad yang lalu, sebelum para ahli Barat mengemukan teorinya. Mengapa teori ini begitu baik dan sempurna? Ini semua karena ketiga zat di atas yaitu air, udara dan makanan semuanya dibutuhkan oleh tubuh kita yang jika salah satunya kurang, maka fungsi tubuh juga tidak akan bisa bekerja secara optimal. Ketiga unsur tersebut harus senantiasa tersedia ‑ di dalam. tubuh kita dengan jumlah perbandingan yang seimbang, jika kita menginginkan selumh syaraf tubuh kita berfungsi secara optimal.
Ketika Al‑Mukaukis bertanya kepada Rasulullah Saw mengapa penduduk Madinah jarang sakit, maka Rasulullah Saw menjawab: "Kami adalab suatu umat yang tidak makan sebelum dirasa lapar, dan apabila kami makan tidak pernah sampai kenyang. " (H. R. Abu Daud)
Al‑Baihaqi meriwayatkan dalam. Syfabul Iman dari Artha'ah, ia berkata: "Pada suatu ketika dokter‑dokter berkumpul menghadap raja, kemu'dian raja berkata kepada mereka, 'Apa obat yang paling manjur untuk perut?' Semua orang menjawab dengan pendapatnya masing‑masing, kecuali satu orang yang diam saja. Ketika mereka semua selesai berbicara, raja berkata kepada laki‑laki yang diam itu; "Apa pendapatmu?" la m.enjawab: "Mereka telah menjawab dengan bermacam‑macam dan semuanya mempunyai manfaat, tapi puncak itu semua ada tiga macam, yaitu jangan sekali‑kali makan kecuali kalian lapar; jangan makan daging yang dimasak kecuali sampai matang betul, dan jangan menelan makanan sampai kalian mengunyahnya dengan halus sehingga perut tidak kesulitan mencernanya."
Seorang tabiin yang terkenal di zamannya Yahya bin Mu'adz berkata: "Barangsiapa banyak makan maka banyak dagingnya, siapa banyak dagingnya mak‑a besar syahwatnya, siapa besar syahwatnya maka banyak dosanya, siapa banyak dosa maka keras hatinya dan siapa keras hati maka hanyut dalam buaian dunia dan dekorasinya."Il
Betapa hati‑hatinya sikap beliau di dalam masalah makanan sebagai cerminan sikap takwa beliau. Beliau mengajarkan pola makan sekaligus memilihkan proporsi makanan yang terbaik untuk tubuh kita. Beliau juga mengajarkan cara makan yang baik yang nanti bisa bermanfaat bagi perkembangan ruh dan akal. Pola dan cara makan seperti inilah yang dflakukan pula oleh para sahabat ra dan yang mengikuti jejaknya dengan baik, sehingga mereka terkenal dengan daya ingatnya yang kuat, sederhana bahasa jang diucapkan tapi luas maknanya. Demikianlah pengaruh makanan dalam membangkitkan kecerdasan akal.

b. Belajar dengan Cara yang Benar

Sesungguhnya langkah yang salah akan berakhir dengan penyesalan. Sementara langkah yang benar akan mendatangkan kesudahan yang baik, walaupuq,mungkin jalan yang dilaluinya itu penuh dengan onak dan duri. Belajar dengan cara yang benar akan mampu mengasah otak menjadi cerdas, menjadi lebih paham terhadap apa yang dipelajari.
Ilmu itu banya dapat dikuasai dengan belajar, kecerdikan juga begitu.Barangsiapa mengerjakan kebaikan, ia mendapatkannya. Sedangkan barangsiapa mengbindari kejelekan, ia akan terjaga darinya. " (H.R. Al­ Tabrani dan Al‑Daruquthny)
Dari Anas ra Rasulullah Saw bersabda: "Menuntut i1mu itu wajib bagi setiap muslim. Orang yang menuntut i1mu itu dimohonkan ampunan baginya oleb semua makbluk bingga ikan‑ikan yang ada di laut. " (H.R. Ibnu Abdil Barr)
"Karena belajar menjadi begitu menyenangkan, maka tak ada lagi batasan dalam diri saya. Kini saya tahu bahwa saya dapat belajar apa pun. Mengatakan bahwa kecerdasan saya berkembang sepuluh kali lipat bukan hal yang terlalu berlebihan." (D.C. Cordova, Partner. Excellerated Learning Institute San Diego, California)"
Adapun ciri belajar yang benar adalah sebagai berikut;

1) Memiliki Kehendak yang Kuat

"Engkau ingin membangun istana emas, tetapi lemah di dalam menomoulkan emas. Sesungguhnva pembangun seiati adalah yang memiliki kemauan kuat untuk mewujudkan apa yang ingin dibangunnya."
Kemauan yang kuatlah yang akan mampu menggerakkan seseorang untuk melangkah. Karena lemahnya kemauan seseorang menjadikan ia tidak mau melangkah walaupun sebenarnya ia orang yang disiplin dan pemberani.
"Barangsiapa yang mengbendaki keuntungan di akbirat, akan Kami tambab keuntungan itu baginya. Dan barang siapa yang mengbendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu babagian pun di akbirat." (Q.S. Asy Syura [42]:20)
Adanya kemauan untuk menjadi lebih baik (berkat dorongan nilai takwa dan tawakal) akan menjadikan diri orang beriman mau melakukan perubahan dalam langkah hidupnya.
"Sesunggubnya Allab tidak mengubab keadaan suatu kaum sebingga mereka mengubab keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. " (Q. S. Al­Ra'du [ 13 1: 11)
Untuk itu coba kita renungkan dan perhatikan sebuah nasihat di bawah ini:
"Bila kita mau, maka segalanya akan memberikan bantuan untuk terwujudnya cita‑cita kita. Oleh karena itu yang penting tanamkanlah tekad kuat kemauan kita. " (Kaesar Aurelius, 12 1‑180)
Tanpa adanya kemauan yang kuat kita tak akan mungkin bisa maju ataupun meraih apa yang menjadi keinginan kita. Dengan demikian, langkah awal dalam meraih apa yang hendak kita raih, adalah bagaimana kita bisa menumbuhkan kemampuan yang kuat dalam diri kita. Kalau kita belajar, kita harus bisa menumbuhkan semangat pada apa yang hendak kita pelajari, karena ini akan membantu kita dalam memahami pelajaran tersebut. Hilangnya kemauan yang kuat akan menyebabkan seseorang Mengalami kegagalan di dalam langkahnya sebagaimana yang pernah dialami oleh Nabi Adam As.
'Dan sesunggubnya telab Kami perintabkan kepada Adam dabuiu, maka ia 1upa (akanperintab itu), dan tidak Kami dapatipadanya kemauan yang kuat " (Q.S. Thaha [20]:115)
Sekarang yang jadi permasalahan adalah bagaimana cara menumbuhkan suatu kemauan yang kuat. Salah satu caranya adalah menumbuhkan cita‑cita yang tinggi.
Umar bin Khathab ra berkata: "Janganlah cita‑citamu rendah dan kecil. Menurut saya, perintang dan penghalang utama dalam mewujudkan semua bentuk kemuliaan adalah cita‑cita yang rendah.
Ahli hikmah berkata: "Cita‑cita yang tinggi itu pemicu kesungguhan."
Seorang sastrawan berkata: "Cita‑cita yang tinggi adalah bibit karunia yang utama."
"Jadikanlah kemauan yang sunguh‑sungggh itu sebagai mahkota jiwa. janganlah engkau hiduo sampai mengalami kemiskinan akan amal dan kehilangan kemauan bekerja (malas), dan yakinlah bahwa ilmu semata tanpa amal tidak akan menvelamatkan orang" (Imam Al‑Ghazali).

2) Disiplin

"Kebanyakan mereka, yang sukses adalah mereka, yang memiliki disiplin yang tinggi. Dan, yang gagal adalah yang tidak punya disiplin."
Sudah dapat kita perkirakan dan bayangkan kengerian apa yang akan terjadi kiranya tatasurya ini be~alan dengan kemauannya sendiri. Mereka tidak lagi disiplin beredar di dalam garis edarnya. Mereka akan saling bertabrakan yang mengakibatkan kerusakan alam yang dahsyat. Tapi mereka adalah mikhluk yang disiplin terhadap perintah Allah, sehingga mereka tidak saling mendahului satu sama lain.
"Tidaklab mungkin bagi matabad mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendabului siang. Dan masing‑masing beredarpada garis edarnya." (Q.S. Yasin [361:40)
Disiplin inilah salah satu kunci sukses untuk meraih segala sesuatu. Lihatlah mereka‑mereka yang telah sukses di dalam meniti karier dan mencapai prestasi tertinggi dalam hidupnya, tiada lain adalah orang‑orang yang memiliki tingkat kedisiplinan yang tinggi. Sedangkan tiada rasa disiplin akan membuka pintu kegagalan yang selebar‑lebarnya. Tidak disiplin inilah yang menjadikan pasukan Islam yang dipimpin oleh Rasulullah Saw pada waktu Perang Uhud menderita kerugian yang tidak sedikit. Mereka diberi perintah untuk tetap di atas gunung, jangan turun apa pun yang terjadi sampai perang usai. Tapi ternyata mereka tidak disiplin. Banyak di antara mereka turun gunung. Karena ulah mereka inilah pasukan Islam menjadi kocar‑kacir, walau awalnya mereka di atas angin terhadap musuhnya. Kejadian ini diabadikan oleh Allah dalam salah satu ayatnya agar umat Islam senantiasa mengambil pelajaran arti pentingnya sikap disiplin.
"Dan sesunggubnya Allab telab memenubi janji‑Nya kepada kamu, ketika kamu membunub mereka dengan seizin‑Nya sampai pada saat kamu lemab dan berselisib dalam urusan itu dan mendurbakai pedntab (Rasul) sesudab Allab memperlibatkan kepadamu apa yang katnu sukat.' Di antaramu ada orangyang mengbendaki dunia dan di antara kamu ada orangyang mengbendaki akbirat. Kemudian Allab memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu; dan sesunggubnya Allab telab memaajkan
katnu. Dan Allab mempunyai karunia (yang dilimpabkan) atas orang­orang yang beriman. " (Q. S. Ali Imran [ 31:15 2)
Disiplin itulah kata‑kata yang harus diingat jika ingin sukses. Apa gun.Anya jadwal yang baik, program yang matang, keberanian dan keuletan jika pelaksanaannya tidak pernah disiplin. Hilangnya rasa disiplin adalah pertanda lepasnya kesuksesan dari tangan kita. Oleh karena itu, jika suatu saat kita ikut dalam suatu permainan, maka disiplinlah kepada aturan mainnya. jika kita mendapat tugas maka disiplinlah dalam menjalankan tugas yang kita emban. jika kita sedang musyawarah, maka disiplinlah menjalankan putusan yang telah kita sepakati jika hal itu tidak bertentangan dengan syariat agama. Demikian pula jika kita ingin belajar dengn baik dan sukses, maka selalulah berdisiplin dalam belajar. Karena saya tidak melihat mereka‑mereka yang berhasil melainkan mereka yang selalu disiplin di dalam langkahnya.

3) Berani

"Yang menyebabkan seorang pejuang mengalami kekalahan adalah ketidakberanian melangkahkan kaki, padahal ia berada dalam kebenaran."
Jika ingin sukses, jangan sekali‑kali takut melangkahkan kaki. jika ingin sukses di dalam berbisnis, jangan takut bersaing dan rugi ataupun susah. jika ingin berhasil maka jangan takut gagal. jika ingin bisa dalam belajar, jangan takut menghadapi sulitnya mata pelajaran. Sesungguhnya rasa takut yang demikian adalah rasa takut yang berlebihan dan akan melemahkan semangat sehingga, membuka pintu kegagalan buat dirinya.
"Maka kamu akan melibat orang‑orang'yang ada penyakit dalam batinya (orang‑orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yabudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana. ‑ mudab­mudaban Allab akan mendatangkan kemenangan (kepada rasul‑Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi‑Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terbadap apa yang mereka rabasiakan dalam diri mereka. " (Q ‑ S
Al‑Maidah [5]:52)
Berani melangkah dan berani hidup menderita, serta tidak pernah takut berhadapan dengan siapa pun selain Allah, itulah salah satu tanda ketakwaan. Orang yang memiliki bekal takwa akan berani melangkah dan tak pernah berhadapan dengan segala rintangan. Memang demikianlah seharusnya kita sebagai orang yang mengimani Allah, harus punya keberanian melangkah di dalam kebaikan.
"Orang‑orangyang menyampaikan risalab‑dsalab Allab, mereka takut kepada‑Nya dan tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allab. Dan cukuplab Allab sebagai pembuat perbitungan. " (Q. S. AI‑Ahzab [33]: 39)
"Sesunggubnya Allab akan berkata kepada sang bamba pada bari kiamat.‑ "Apakab yang mencegabmu mengubab kemungkaran ketika kamu melibatnya?" Maka sang bamba menjawab: Ta Rabb, aku takut kepada manusia. " Maka Allab berkata: "Sebarusnya kepada‑Ku‑lab kamu lebib pantas merasa takut. " (H. R. Ahmad dan Ibnu Maj A dari Abu Sa'id Al‑Khudri ra)
Ketahuilah, mereka yang sukses dalam hidupnya adalah mereka yang berani menghadapi tantangan zaman, walau amat berat. Mereka menjadi tegar di dalam hidupnya, walaupun duri‑duri tajam menghalangi peoalanan. Dengan keyakinan penuh kepada Allah sebagai wujud tawakaInya, bahwa Allah yang paling berkuasa dan tidak ada yang dapat melemahkan‑Nya. Ia yakin akan pertolongan‑Nya. Dan, ia yakin sepenuhnya jika la melindungi hamba‑Nya, maka tak akan ada yang bisa mencelakakan dirinya.
"(Yaitu) orang‑orang (yang menaati Allab dan Rasul) yang kepada mereka ada orang‑orangyang mengatakan: "Sesunggubnya manusia telab mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlab kepada mereka. " Maka perkataan itu menambab keimanan mereka dan
mereka menjawab: "Cukuplab Allab menjadi penolong kami dan Allab adalab sebaik‑baik pelindung. " (Q. S. Ali Imran [ 31:173)
Berani bersaing dan menghadapi segala tantangan yang menghalangi
gkahnya, adalah kunci pertama pembuka keberhasilan. Kita ingat bagaimana Sahabat Abdurahman bin Auf ra yang hanya bermodal uang dua ditham, tetapi berani bersaing dengan pedagang‑pedagang lain yang sudah lama menguasai pasar Madinah. Dengan senantiasa bersandar kepada Allah, ia berani bersaing dengan mereka. Dan akhirnya dalam waktu yang relatif singkat ia sukses, bahkan bisa menguasai pasar yang sebelumnya dimonopoli oleh orang Yahudi. Keberanian setelah disiplin inilah yang akan mengantarkan diri seseorang menuju sukses.
Ingatlah seumur hidupmu bahwa layang‑layang hanya dapat naik karena menentang angin dan bukan mengikut angin " (Scopenhauer)
"Orang yang menjauhi sarang tawon karena takut akan sengatannya tak layak memperoleh madu. " (Shakespeare)
Demikianlah orang yang takut melangkah karena takut gagal, tak akan merasakan manis dan nikmatnya keberhasilan.
Hanya mereka yang berani gagal total akan dapat meraih keberhasilan total." (John F. Kennedy).
Ta Allab, aku berlindung kepada‑Mu dari sifat penakut. Aku berlindung kepada‑Mu dari keadaan bidup terbina. Aku berlindung kapada‑Mu dari fitnab dunia, dan aku berlindung kepada‑Mu dari siksa kubyr. " (H.R. Bukhari dari Saad bin Abi Waqash ra dari kitab jihad)

4) Rajin, Tekun, dan Ulet.

Harga seseorang terletak pada apa yang ia cakap melakukan (Ali bin Abi Thalib ra)
Kita sudah lama mengenal istilah rajin pangkal pandai. Atau sebagaimana sebuah lagu yang sering diajarkan oleh guru penulis sewaktu masih SD: "Teronge bunder‑bunder, bocah sregep dadi pinter. " Kenyataan memang demikian adanya. Karena jika kita rajin dalam mengupayakan sesuatu, maka kita akan menjadi ahlinya terhadap apa yang kita tekuni dan usahakan.
Ketakwaan dan tawakal yang baik, mampu menjadi faktor pendorong orang‑orang sebelum kita menjadi orang yang banyak berbakti, karena takut pada siksa Tuhan‑Nya sekaligus mengaharap cinta dari‑Nya.
"Sesunggubnya orang‑orangyang banyak berbakti benar‑benar berada dalam surga yang penub kenikmatan. " (Q.S. Al‑Infithar [82]:13)
Dorongan agar kita menjadi orang yang tekun di antaranya adalah:
"Cafilab rezeki di dalam tanah yang tersembunyi. " (H. R. Al‑Tabrani)
Mencari sesuatu yang tersembunyi adalah suatu hal yang sangat sulit, maka dibutuhkan kesabaran dan ketekunan untuk meneliti dan menajamkan pandangan untuk mengamati setiap sudut yang ada. Ketekunan akan mengantarkan seseorang menjadi ahli atas apa yang ia tekuni, sehingga jalan menuju kesuksesan menjadi terpampang lebar di hadapannya. Dan tekun terhadap peke~aan ini akan mendatangkan kecintaan Tuhan. Maka dari itu berusahalah menekuni semua pekerjaan yang baik, maka kita akan mendapatkan hasil yang lebih memuaskan.
"Kegagalan belum tentu kegagalan jika kita tahu kiatnya (Dr. Ronald Niednagel)

5) Sungguh‑Sungguh.

"Hai manusia, sesunggubnya kamu telab bekerja sunggub‑sunggub menuju Rabbmu, maka pasti kamu akan menemui‑Nya. " (Q.S. Al‑Insyiqaq [84]:6)
Keraguan atau setengah‑setengah di dalam melangkah akan mengakibatkan hasil yang diperolehnya juga tidak maksimal. Oleh karena itu, jika ingin memperoleh hasil terbaik di dalam pekerjaan kita (termasuk belajar), kita dituntut untuk melakukannya dengan kesungguhan hati dan mencurahkan segenap waktu dan pikiran serta potensi.
"Maka apabila kamu telab selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlab dengan sunggub‑sunggub (urusan) yang lain." (Q.S. Alam Nasyrah [941:7)

Wahab bin Munabih ra berkata bahwa dalam Taurat ada dikatakan: "Barangsiapa ingin pandai mengenai Allah, maka hendaklah hidup khusyuk."
Dan yang terbaik bagi kita adalah saat kita mencari dunia. Hendaknya kita berpikir seolah‑olah hidup selamanya sehingga kita punya semangat untuk meraih dunia sebaik mungkin. Sementara jika kita beramal untuk akhirat, maka beramallah seolah‑olah kita akan mati besok, sehingga kita bisa semangat sekaligus khusyuk dalam beribadah. Dari situlah kita akan menjadi lebih pandai dalam urusan dunia maupun akhirat. Sehingga kemungkinan akan mengalami kesuksesan adalah hal yang sangat mungkin sekali.
Bekerjalah untuk duniamu seakan‑akan kamu hidup selamanya, dan bekerjalah unluk akbiratmu seakan‑akan kamu mati besok. " (H.R. Ibnu Asakir)
Umar bin Khathab ra berkata: "Sesungguhnya aku membawa hati dan jiwaku dalam setiap langkahku (selalu sungguh‑sungguh saat melanp.kah.) "

6) Bertahap (Memulai dari yang Mudah)

Jangan suka memulai pekerjaan dari sesuatu yang sulit karena akan membebani dirimu. Tapi mulailah dari yang paling mudah niscaya dirimu meniadi lebih siap untuk menghadapi sesuatu yang lebih sulit tingkatannya
Saya menjadi teringat kata teman saya sewaktu masih duduk dibangku SMA. Kalau kita ingin sukses dalam belajar, maka gunakanlah teknik burnas (bubur panas) dalam artian langkah belajar atau mengerjakan sesuatu, ibarat orang makan bubur panas. Saat orang makan bubur panas, tentu, ia akan mulai dari tepian bukan dari tengah, karena yang bagian tepi itu lebih dingin daripada yang tengah. Sehingga kalau kita mengerjakan soal, kelakanlah dari yang lebih mudah dahulu, terus be~alan menuju yang lebih sulit. Begitu pula saat menyelesaikan permasalahan hidup, selesaikanlah dari yang lebih mudah dahulu.
Kalau dipikir‑pikir memang ada benarnya juga. Karena dari situ kita akan mempunyai pengalaman dan bekal untuk menghadapi permasalahan yang lebih sulit. Hal itu sesuai dengan pengalaman dan perjalanan hidup kita di dalam menempuh jenjang pendidikan. Kita. tidak memulainya dari bangku SLTP atau yang sederajat. Tapi kita. memulai karier pendidikan. kita, dari TK ataupun SD. Hal ini karena bobot mata pelajaran untuk anak SLTP atau yang sede~at itu lebih sulit dari yang diajarkan di bangku SD atau TK. Seandainya kita langsung memulainya dari bangku SLTP yang mempunyai nota bene lebih sulit, tentu kita tidak akan bisa mengikutinya dengan baik.
Demikianlah, seharusnya kita memulai dari yang lebih mudah dalam segala hal, agar kita lebib siap untuk menghadapi pokok permasalahan Yang lebih sulit tingkatannya.
Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kebidupan) (Q.S. Al‑Insyiqaq [84]:19)
"Sesunggubnya Allab Swt merelakan kemudaban bagi umat ini dan dia membenci kesulitan baginya.,, (H.R. Al‑Tabrani dari Mihjan bin Adral ra.)

7) Tidak Berlebih-lebihan dalam Belajar

Kesalahan yang banyak dilakukan orang di dunia ini adalah memaksakan diri yang berlebihan akan kerja tubuhnya sehingga melampaui batas. Sebagai contoh adalah kebiasan. para pelajar yang belajar wayangan karena besok pagi mau ujian. Langkah ini sebenarnya tidak tepat karena telah memaksa tubuh dan otak untuk kerja ekstra. Dan, biasanya hasil yang diperolehnya juga tidak bisa maksimal.
"Katakanlab: "Hai Abli Kitab, janganlab kamu berlebib‑lebiban (tnelampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlab kamu mengikuti bawa nafsu orang‑orang yang telab sesat dabulunya (sebelum kedatangan Mubammad) dan mereka telab menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat darijalan yang lurus. " (Q.S. Al‑Maidah t51:77)
"Dan orang‑orangyang apabila membelanjakan (barta), mereka tidak berlebib‑lebiban, dan tidak (pula) kikir, dan adalab (pembelanjaan itu) di tengab‑tengab antara yang demikian. " (Q.S. Al‑Furqan [25]:67)
'Ambillab pekerjaan yang mampu kalian kejjakan. Sesunggubnya Allab Swt tidak merasa bosan sebingga kita sendirilab yang merasa bosan. (H.R. Bukhari Muslim dari'Aisyah ra)
belajar secara bertahap dan tidak berlebih‑lebihan inilah yang menjadi kebiasaan para sahabat ra dalam. menuntut ilmu. Tiap kali belajar Al­Quran, tidak lebih dari sepuluh ayat yang dipelajari, sebelum memahaminya betul. Dan hasilnya pun dapat kita saksikan kebanyakan. di antara mereka adalah orang yang hafal kitab suci AI‑Quran. Mereka adalah orang‑orang yang pandai di zamannya, serta orang‑orang yang cerdas, karetia menyesuaikan kemampuan akal mereka dengan AI‑Quran dan Hadits.
Abdullah bin Mas'ud ra berkata: "Kami mempelajari sepuluh ayatAl‑Quran dari Nabi Saw. Kami tidak mempelajari sepuluh ayat sesudahnya sampai kami mengetahui isinya." Syarik ditanya: "Dari mengamalkannya?" Jawabnya: "Ya." (H.R. Ibnu Asakir)

8) Kontinyu (Rutin)

Seseorang yang memiliki sikap ini, sebenarnya telah mendirikan benteng untuk mengawal imannya dari gangguan musuh. Sebaliknya tanpa sikap ini, seseorang telah membuka satu pintu kepada musuh untuk masuk ke dalarn hati dan merusak keimanannya. Oleh karena itu, supaya iman senantiasa ada dan tetap stabil, sikap istimrar (kontinyu) dalam berarnal sangatlah penting. la akan bertindak sebagai benteng yang akan dapat memelihara dan menyelamatkan iman dari serangan musuh, nafsu dan syaitan.
Oleh karena begitu baik dan pentingnya sikap istimrar dalarn berarnal ini, maka siapa saja yang memilikinya akan menjadikan dirinya di cintai oleh MIA Swt.
"Perkara agama yang paling dicintai Allab adalab apa‑apa yang pelakunya terus‑menems di atasnya. " (H.R. Bukhari 3/36, Fathul Bari dan Mushm no. 784, 661)
Adapun kebaikan dari sikap istimrariyah yang dilakukan oleh seseorang Wah:
- Amalan yang dilakukannya akan lebih berkesan.
- jiwanya lebih tenang dan damai.
- Lebih dapat berlaku sabar.
- 'Musuh‑musuhnya, seperti hawa nafsu dan syaitan, akan kesulitan menerobos masuk ke dalam hatinya.
"Dan janganlab kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benang yang sudab dipintalnya dengan kuat, menjadi cerai‑berai kembah. (Q.S. AI‑Nahl [161:92)
Demikian pula dalam masalah belajar ataupun yang lainnya, apabila dilakukan secara rutin atau kontinyu akan memberikan hasfl Yang lebih baik. Kecerdasan otak pun akan mengalami peningkatan jika diasah secara rutin.

9) Mengambil Pelajaran dari Setiap Kejadian

Abu Said ra berkata: bersabda Nabi Saw: "Bukanlab orang cerdik kecuali yang pemab tergelincir, dan bukan pula orang yang bijaksana kecuali yang berpengalaman. " (H. R. Tirmidzi)
Ade Rai yang kita lihat sekarang ini sebagai atlet binaraga dengan tubuh kekar, dulunya adalah laki‑laki kurus dan bertubuh kecil. Tapi setelah ia berlatih dengan rutin dan tekun, jadilah ia atlet binaraga kenamaan di Indonesia.
Demikian pula dengan kecerdasan, insya Allah akan bisa ditingkatkan kemarnpuan jika biasa digunakan untuk berpikir. Sebagaimana bagian tubuh kita yang lainnya juga bisa dinaikkan kemampuannya jika dilatih dengan tekun. Sementara kalau tidak pernah dilatih, ada kecenderungan kemarnpuannya menurun.
Rasulullah Saw bersabda: "Hai Abu Dzar tidak ada akal yang baik seperti akal yang digunakan untuk berpikir. " (H.R. Ibnu Hibban dalam Shahihnya juga Al‑Hakim dan ia mengatakan sebagai hadits yang shahih)
Maka termasuk langkah yang baik dalam meningkatkan kemarnpuan kecerdasan seseorang adalah senantiasa memikirkan dan mengambil pelajaran dan hikmah atas setiap kejadian yang dilihatnya.
"Maka Kamijadikan yang demikian itu peringatan bagi orang‑orang di masa itu dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang‑orang yang bertakwa. (Q ‑ S . Al‑Baqarah [ 2 ]:66)
"Seorang yang berakal bendaklab meneliti benar‑benar suasana zamannya, berbati‑bati dalam tindakannya serta menjaga baik‑baik

10) Bertanya Bila Tidak Tahu

Bermusyawarahlah dengan orang yang berpengalaman, karena pengalamannva yang diperolehnva dengan harga yang mahal diberikan kepadamu secara gratis." (Nasihat Luqman kepada putranya)
Kesalahan yang sering dilakukan oleh mereka para penuntut ilmu adalah malu atau tidak mau bertanya padahal sebenarnya ia belum jelas tentang pelajaran yang disampaikan oleh sang pengajar. Dengan tidak mau bertanya padahal belum paham, akan mengakibatkan kebingungan sehingga mengganggu kinerja otak yang akan berakibat tidak'bisanya ia berpikir dengan baik. Sementara kalau orang tersebut bertanya, maka kebingungan tersebut akan hilang, ia akan menjadi paham dan kinerja otak pun tidak terganggu. Dan, jika masukan informasi ini merupakan suatu pengetahuan baru akan merangsang kecerdasan IQ untuk meresponnya, dan meningkatkan kemampuannya agar bisa menyesuaikan dengan informasi ini. Maka wajar saja kalau kita tidak mengerti akan sesuatu, dianjurkan untuk bertanya kepada mereka yang tahu agar kita punya masukan sebagai bahan pertimbangan untuk menyikapi dan menilai apa yang belum kita ketahui.

"Maka bertanyalab kepada orang yang mempunyai pengetabuan fika kamu tidak mengetabui. " (Q.S. Al‑Nahl [16]:43)
Dan, seperti juga yang disampaikan oleh Ahnaf bin Qais ra saat ditanya; "Dengan cara apa kebenaranmu menjadi banyak dan kekeliruanmu menjadi sedikit dalam urusan dan kenyataan hidup yang kau hadapi?" Dia menjawab, "Dengan meminta pandangan orang‑orang yang berpengalaman."
Saya menjadi teringat cerita anak paman saya, dan setiap teringat cerita itu saya ingin tertawa. Ceritanya kurang lebih begini bahwa suatu saat nenek/ kakeknya sakit mata. Dan kebetulan. di meja itu ada lem glukol. Entah malu atau gengsi ia tidak tanya terlebih dahulu. Lem glukol ini langsung dioleskan ke matanya, mungkin dikiranya salep mata. Setelah ditunggunya beberapa saat, ternyata ia tidak bisa membuka matanya karena lengket kena lem ini. Lantas ia memanggil anak paman saya tersebut. Lantas anak paman saya tersebut bertanya latar belakangnya kok sampai begitu. Setelah mendengar keterangan ini, anak paman saya tertawa terpingkal‑pingkal dan menganjurkan neneknya untuk membasuh muka. Kejadian ini dapat kita jadikan pelajaran bahwa "Malu bertanya'itu tidak bisa melihat (mana yang baik dan mana yang buruk)."

11) Tidak Malas untuk Mengulangi

"Sesungguhaa kesuksesan yang hakiki tak akan pernah dinikmati oleh mereka yang malas."
Salah satu sifat manusia adalah pelupa. Walaupun ia pernah mengerjakan sesuatu pekerjaan, kadangkala ia lupa. Maka untuk menjaga agar ia tidak lupa, ia harus sering mempelajari ulang apa yang pernah ia dapatkan. Pengulangan ini akan lebih melekatkan apa yang kita ulang dalam. benak kita.
"Demikianlab Kami mengulang‑ulangi ayat‑ayat Kami supaya (orang­orang) yang beriman mendapatpetunjuk dan yang mengakibatkan orang­orang musyrik mengatakan: "Kamu telab mempelajari ayat‑ayat itu (dari Abli Kitab)," dan supaya Kami menjelaskan Al‑Quran itu kepada orang­orangyang mengetabui. " (Q.S. AI‑An'aam [6]:105)
Cuma yang jadi permasalahan adalah adanya perasaan enggan untuk mengulang pelajaran atau apa yang pernah ia dapatkan.
"Dan sesunggubnya Kami telab mengulang‑ulang kepada manusia dan Al‑Quran ini tiap‑tiap macam perumpamaan, tapi kebanyakan manusia tidak menyukai kecuali mengingkari(nya). " (Q. S. AI‑Isra [ 17]:89)

12) Mencari Waktu yang Cocok untuk Belajar

"Berkata Musa: "Waktu untuk pertemuan (kami dengan) kamu itu ialab di bari raya dan bendaklab dikumpulkan manusia pada waktu matabari sepenggalaban naik. " (Q.S. Thaha [201:59)
Bila orang pandai memilih waktu yang tepat di dalam langkahnya, akan bisa menghasilkan hasil yang lebih baik. Tapi jika dirinya tidak bisa memilih waktu yang tepat akan memperburuk sesuatu yang sebenarnya baik. Lebih jelasnya perhatikan ayat berikut:
'Dan ujilab anak Yatint itu sampai wereka clikup umur urtuk kawin. Kemudian jika tnenitrut pendapatmu inereka telab cerdas (fiandai mernelibara barta), maka serabkanlab kepada tnereka barta‑bartalga. Dan janganlab kamu tnemakan barta anak yatim lebib dari batas kepatutan dan Oanganlab kamu) tergesa‑gesa (membelanjakaniga) sebelum mereka dea,asa. " (Q. S. Al‑Nisaa' [ 4 ]:6) ‑
Demikianlah Allah mengajarkan kepada kita untuk memilih waktu yang tepat dalam melangkah agar mendatangkan hasil yang paling baik. Demikian juga dalam belajar kita harus pandai‑pandai menyiasati dan mencari waktu yang tepat untuk belajar. Yang intinya agar kita bisa lebih konsentrasi dan punya waktu yang cukup untuk belajar, termasuk tempat yang mendukung untuk belaiar.
Pemilihan waktu yang tepat akan dapat mengoptimalkan fungsi akal kita, sehingga ia akan menjadi lebih baik dalam kerjanya. jika hal ini senantiasa dilakukan akan melatih otak untuk bekerja secara, baik sehingga akan menambah kecerdasannya. Dan jika pemilihan I waktu yang tepat ini diterapkan pada perbuatan yang lainnya, juga akan dipat menghasilkan hal yang lebih baik dan sempurna. Contohnya adalah kita dianjurkan untuk shalat tahajud sebagai ibadah tambahan di waktu malam, kenapa tidak di siang hari?
Salah satu hikmahnya (wallahu a’lam bishawwab) adalah agar kita lebih bias khusyuk sehingga iman semakin naik dan tidak mengganggu kerja yang kita lakukan di siang hari.
'Dan pada sebagian malam bari sbalat tabajudlab kamu sebagai suatu ibadab tambaban bagimu; udab‑mudaban Rabb‑mu mengangkat kamu ke tempatyang terpuji. " (Q.S. Al‑Isra 1171:79)

13) Tidak Mudah Putus Asa/Pantang Menyerah

Untuk mendapatkan sebutir mutiara kadang kita perlu megyelam seribu kali ke dasar lautan.
Orang yang mengerti realitas hidup adalah mereka yang menyadari bahwa jalan yang dilaluinya di dunia tidak selamanya mulus. Mereka sadar tanpa mengenal rasa lelah dan putus asa. Perjalanan ini masih panjang, maka dibutuhkan keseriusan, ketekunan keuletan serta kesabaran. Kalau seorang musafir keluar dari jalan yang benar, da:n menjadikan malamnya hanya untuk tidur, kapan akan sampai pada tujuannya? Sekali lagi ingatlah bahwa buah para pejuang sama sekali tidak akan pernah sia‑sia. Bukankah orang akan dibalas menurut kadar amalnya?

14) Banyak Bergaul dengan Orang yang Pand,ai

Kalau kita bergaul dengan orang yang baik maka kita akan belajar kebaikan darinya. Tapi jika kita bergaul dengan orang yang bodoh, maka kita akan belajar kebodohan darinya. Dan kalau kita bergaul dengan orang yang pandai, maka kita akan menjadi pandai pula karena kita akan banyak mendapat pelajaran dari mereka. Dan kalau kita b~nyak bergaul dengan .orang‑orang yang cerdas, maka akal kita juga akan terpacu pula untuk cerdas 'we‑na berusaha menangkap dan mengikuti kecerdasan teman bergaul.
'Duduklab kita bersama‑sama dengan orang besar, bertanyalah kepada ulama, dan bergaullab dengan orang yang bijaksana. " (H.R. Thabrani)
Yahya menyampaikan kepadaku, dari Malik bahwa ia mendengar bahwa Luqman al‑Hakim membuat surat wasiatnya dan menasihati anaknya, ia berkata: "Anakku! Duduklah dengan orang yang berpengetahuan tinggi dan tetap dekat kepada mereka. Allah memberi kehidupan hati dengan cahaya kearifan sebagaimana Allah memberi kehidupan kepada tanah yang mati dengan hujan berlimpah‑limpah dari langit." (H.R. Malik bin Anas)
Umar bin Khathab ra pernah berkata: "Janganlah Kita melibatkan diri pada sesuatu yang tidak bertnanfaat bagimu, hindarilah musuhmu, dan hati‑hatilah dalam berteman kecuali dengan orang yang tepercaya, tidak ada orang yang tepercaya kecuali orang yang takut kepada Allah. janganlah kita berteman dengan orang yang durhaka karena kita akan belajar dari kedurhakaannya, janganlah kita memberitahukan rahasia dirimu kepadanya, dan musyawarahkan umsan dirimu dengan orang‑orang yang takut kepada Allah."
Dan sering pula kegagalan langkah atau rusaknya akal itu terjadi karena pengaruh teman bergaul yang memiliki akal yang rusak sehingga penyesalanlah akhir dari itu semua. Sementara teman yangbaik akan menjadikan akalnya tetap teoaga baik bahkan kemampuan berpikimya akan bisa meningkat.
"Perumpamaan bergaul dengan orang sbalib itu adalab seperti bergaul dengan penjuallpembawa minyak wangi, sedangkan bergaul dengan orang jabat ibarat bergaul dengan tukang (pande) besi. Apabila bergaul dengan penjual minyak wangi adakalanya kita akan memperoleb pemberiannya, atau dapat membelinya. Sekurang‑kurangnya kita memperoleb bau wangi dari minyak tersebut. Sedangkan apabila bergaul dengan tukang (pande) besi, bisa sajapakaianmu terbakar atau paling tidak kita terkena bauyang tidak enak. " (H.R. Bukhari‑Muslim)
"Kecelakaan besarlab bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulanjadi teman akrab(ku) ." (Q.S. Al‑Furqan [25]:28)
"Teman‑teman akrab pada bari itu sebagiannya menjadi musub bagi sebagian yang lain kecuali orang‑orang yang bertakwa. " (Q. S. AI‑Zukruf [431:67)

15) Banyak Membaca

"Bila saya mempelajari satu masalab, maka itu lebib baik bagiku daripada bangun semalam suntuk. " (Abu Darda' ra)
Ada orang yang mengatakan membaca adalah membuka jendela dunia. Sehingga semakin banyak membaca, maka ia akan semakin banyak mengetahui keadaan dunia, karena dapat melihat dari berbagai sudut pandang. Manusia sebagai kbalifab fil ardbi sudah seharusnya menjadi manusia yang cerdas yang bisa melihat potensi dirinya dan alam sekitarnya dari berbagai sudut pandang. Untuk itulah manusia dianjurkan untuk membaca segala apa yang ia jumpai dari apa yang telah Allah ciptakan. Sesungguhnya Rasuluflah Saw memulai kesuksesan karimya dengan perintah dari Tuhannya untuk
membaca. Perintah ini kalau diteliti lebih jauh lagi adalah sangat tepat, karena dengan membaca ayat‑ayat Allah (kauniyah maupun kauliyah) harapannya menjadikan seseorang bisa melihat keagungan dan kebesaran Allah, lantas mengagungkan dan membesarkan‑Nya sehingga menjadi hamba‑Nya yang memiliki ketundukan yang sempurna di hadapan‑Nya.
"Bacalab dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang Menciptakan. " (Q. S. Al‑'Alaq [ 96 ]: 1)
Dengan banyak membaca, maka syaraf otak akan terlatih terkondisi dan terpola sehingga mempercepat kecepatan ia memberikan respon terhadap sebuah fenomena. Dengan banyak membaca, maka seseorang akan mendapatkan instrumen‑instrumen dasar yang bermanfaat mempercepat dan mempelancar proses berpikirnya, karena dengan banyak membaca ibaratnya ia mendapat penunjuk jalan, sehingga tidak bingung terlebih dahulu jalan mana yang harus dilaluinya.
"'Kehebatan daya cipta adalah berkat rajin membaca sehingga kekayaan serta kebahagian apa pun dapat dicapai oleh orang vang banyak pengetahuan. " (Sir George Bernad Shaw)
"Hampir semua orang hebat di dunia ini lahir dari orang‑orang yang keranjingan membaca buku‑buku!" (Andrew Carnegie)
Meskipun demikian, tapi yang perlu diingat di sini adalah bahwa yang, perlu dibaca adalah hal‑hal yang mendatangkan manfaat bukan hal‑hal yang justru mendatangkan keburukan buat dirinya.

16) Meninggalkan yang Tidak Berguna Bagi Dirinya

Jika engkau ingin sukses dalam kehidupan ini, maka ambillah apa-­apa yang ada manfaatnya dan tinggalkanlah segala yang tidak bermanfaat "
Melakukan sesuatu yang tidak berguna bagi dirinya, adalah termasuk tanda orang yang bodoh. Sementara meninggalkan apa yang tidak berguna bagi dirinya untuk berpindah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya

17) Tidak Menyia‑nyiakan Kesempatan yang Ada

"Banyak orang mengbadapi satu bari ternyata tidak mencapai sepenubnya, banyak pula orang yang menunggu bail esok ternyata tidak sampaipadanya;kalaukitamemandangajalkematiandanpeijalanannya, niscaya menjadi bend terbadap lamunan dan tipuannya." (H.R. Ad Dailamiy)
Perasaan menyesal biasanya timbul ketika seseorang kehflangan kesempatan emas. Sebenarnya ia tak harus mengalami hal itu jika ia bisa memanfkatkan setiap kesempatan yang ada dengan sebaik‑baiknya. Sebuah kesempatan itu lebih mahal harganya dari intan pennata, karena ia tak datang untuk yang kedua kalinya.
"Manfaatkan lima perkara sebelum datang lima perkara lainnya, yaitu: bidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, senggang (luang)mu sebelum sibukmu, mudamu sebelum tuamu, kayamu sebelum miskinmu." (H.R. Al‑Baihaqi dari Ibnu Abbas ra.)
Pemah Abu Bakar berkata kepada Umar ra, "Ketabuilab sesunggubnya bagi Allab amalan di waktu siang tidak akan diterima di waktu malam, dan amalan di waktu malam tidak akan diterima di waktu siang. "
Orang yang cerdas akan memahami arti pentingnya kesempatan, sehingga ia tidak ingin menyia‑nyiakan kesempatan yang ada. Sementara orang yang lemah adalah mereka yang malas‑malasan, menyia‑nyiakan sebuah kesempatan yang baik dan baru menyesal ketika kesempatan itu telah pergi meninggalkan dirinya.
Termasuk menyia‑nyiakan kesempatan adalah menunda sebuah pekerjaan, padahal sebenarnya hal itu bisa dike~akan saat itu juga, seperti yang dikatakan seorang penyair: "Tidak akan kutunda tugas bari ini untuk bari esok karena malas. Sesunggubnya bari bagi orang‑orang yang lemab adalab bail esok. "

18) Selalu Berprinsip Hari Ini Harus Lebih Baik dari dan Esok Harus Lebih Baik dari Hari Ini.

"Adanya perubahan ke arah yang lebih baik adalah tanda orang yang cerdas yang mau diuntung. Sedangkan adanya perubahan ke arah yang lebih buruk adalah tanda orang bodoh yang tidak mau diuntung.
Orang yang pandai adalah mereka yang selalu bisa menjadi lebih baik dari keadaan yang sebelumnya. Sama apalagi lebih buruk dari hari kemarin adalah sebagai suatu indikator ketid kcakapan seseorang di dalam bergulat dengan hari yang datafW saat itu.
"Barangsiapa yang bari ini sama dengan bail kemarin maka dia termasuk orang‑orangyang merugi." (H.R. Ad‑Dailami)
Dengan demikian tiada jalan lain yang lebih baik kecuali berusaha dengan segenap potensi untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Sehingga jalan yang ditempuh oleh orang yang sadar akan hal ini adalah selalu berlomba‑lomba dalam kebaikan.
"Maka berlomba‑lombalab kamu (dalam membuat) kebaikan." (Q.S. Al‑Baqarah [2]:148)
Perlombaan dalam kebaikan inflah yang akan memacu seseorang untuk selalu berusaha menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya. Sebab bila keadaannya sama tentu akan kalah dalam perlombaan. tersebut. Untuk itu jika kita hari ini sudah bisa menguasai satu bab, kita harus meningkat ke bab befflwtnya esok hari. Demikian seterusnya kita harus meningkatkan kemampuan kita untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.
Usman bin Affan ra berkata: "Barangsiapa dari hari ke hari tidak bertambah kebaikannva, maka itulah orang yang berkemas‑kemas menuju neraka secara sadar. " (H. R. Al‑Askariy)
Demikianlah orang yang memiliki bekal takwa akan senantiasa berhati‑hati dengan umur yang dimiliki, jangan sampai satu detik pun dari umurnya itu terlewatkan dengan sia‑sia. la dengan tawakalnya akan memerhatikan betul apa yang diperbuatnya dengan umurnya, karena kesadaran dirinya bahwa Allah itu senantiasa mengawasi dan akan menanyakan apa yang telah diperbuatnya. Maka dari itu, ia akan selalu menikmati umurnya dengan mengisi fial‑hal yang baik, yang berguna untuk meningkatkan derajat takwa dan tawakal, dengan cara berprinsip esok hari harus lebih baik dari sekarang dan sekarang harus lebih baik dari kemarin.
Allah berfirman dalam sebuah hadits qudsi: "Pada setiapfajar ada dua malaikatyang berseru, 'Wabai anak Adam aku adalab bari yang baT, dan aku datang untuk menyaksikan amalanmu. Oleb sebab itu manfaatkanlab aku sebaik‑baiknya. Karena aku tidak akan kembali lagi sebingga bad pengadilan. " (H.R. Tirmidzi)
Selain itu ia akalnya akan selalu terpacu untuk berpikir kreatif, yaitu mencari sesuatu yang bermanfaat buat dirinya agar bisa lebih baik dari keadaan sebelumnya. Dan hal, inilah yang menjadikan akalnya bertambah, kemampuan kerjanya meningkat dalam menganalisa sebuah kejadian.

19) Skala Prioritas

"Orang vang 12andai membuat skala prioritas akan lebih mudah m puncak kesuksesan.,"
Manusia di dunia itu memiliki banyak keinginan dan kepentingan, sementara yang ia inginkan adalah tercapainya semua itu. Padahal kenyataan yang tidak bisa dipungkiri lagi adalah adanya ketidaksempurnaan dan keterbatasan. dirinya, sehingga semua yang menjadi keinginan dan kepentingannya tidak mungkin bisa diraih semuanya. Untuk itulah manusia dituntut pandai‑pandai memilih dan memilah mana yang seharusnya didahulukan di antara kepentingan dan keinginan yang ada.
Ibnu Taimiyah berkata: "Sudah merupakan suatu kewajiban. untuk mendatangkan dan menyempurnakan kemaslahatan (kebaikan) serta Ada juga yang berkata: "Kalau engkau kehilangan dunia niscaya engkau masih bisa mencari gantinya. Tapi jika engkau kehilangan. Allah, maka engkau tak akan pernah mendapatkan ganti‑Nya."

20) Selalu Optimis

"Kebaikan itu terletak dalam upaya meninggalkan pesimis.“ (Ahli Hikmah)
Rasa pesimis adalah awal sebuah kegagalan, sedangkan rasa optimis itu memberikan sebuah kekuatan jiwa untuk meraih sebuah keberhasilan. Untuk itulah jika kita ingin hidup sukses, kita harus bisa membangun rasa optimis di dalam diri kita.
'Janganlab katnu bersikap lemab (pesimis), dan janganlab (pula) kamu bersedib bati, padabal kamulab orang‑orang yang paling tinggi (derajatnya), fika kamu orang‑orang yang beriman. " (Q.S. Ali Imran [31:139)
Rasa optimis yang benar dari seorang hamba adalah. sikap tenang dirinya untuk meraih kesuksesan, karena yakin akan kemudahan dan pertolongan dari Allah pengatur setiap kejadian yang terjadi di alam ini. Semakin kuat kepercayaan akan kemudahan dan pertolongan Allah, akan semakin mempertebal sikap optimis dalam dirinya. Kepercayaan ini tak mungkin bisa hadir di hati seorang hamba kecuali ia bisa tawakal. kepada‑Nya. Semakin sempurna rasa tawakalnya, maka rasa optimis dalam dirinya juga semakin kuat.
Rasa tawakal inilah yang membuat pasukan Islam di Perang Tabuk, walaupun cuma berjumlah. sekitar 3000 orang, tidak dapat ditundukkan. oleh pasukan Romawi yang berjumlah sekitar 200.000 orang. Bahkan pasukan Islam yang hanya berjumlah kurang lebih cuma 7000 orang mampu menundukkan pasukan Parsi yang berjumlah kurang lebih 30‑000 pasukan dengan persenjataan yang lebih lengkap dan modern saat itu. Kejadian ini.

21) Istirahat yang Cukup

"Orang yang bijak akan selalu memberi kesempatan tubuhya untuk istirahat yang cukup."
Sesungguhnya manusia itu bukanlah robot yang dapat bekerja terus‑menerus tanpa rasa lelah. Tapi manusia adalah makhluk yang bisa mengalami kelelahan, jika terus‑menerus melakukan aktivitas. Dan saat ia mengalami kelelahan, maka, efektivitas, kerjanya juga semakin menurun seirama dengan meningkatkan kelelahan dirinya. Bahkan saat kelelahan ini sampai pada titik jenuhnya, maka. manusia tidak akan dapat melakukan aktivitasnya sama sekali. Tubuh yang lelah akan menjadikan otak tidak bisa bekerja secara baik, sehingga kemampuan berpikir seseorang juga tidak sempurna. Semakin lelah tubuh seseorang, maka. semakin malas ia untuk berpikir. Dan untuk bisa memulihkan hal itu ia butuh istirahat yang cukup.
"Dialab yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirabat, dan Dia wnjadikan siang untuk bangun berusaba." (Q.S. Al‑Furqaan [25]:47)
Dengan demikian, kita menjadi mengerti bahwa istirahat yang cukup
itu bermanfaat untuk menyegarkan dan menjaga kestabilan kerja tubuh dan seluruh syarafnya, sehingga kemampuan berpikirnya juga bisa optimal. Contoh nyata dalam. hal ini adalah saat orang mengantuk karena kelelahan. Saat ia mengantuk maka ia menjadi malas berpikir, inginnya tidur saja. jelas orang ini akalnya tidak mungkin bisa bekerja secara optimal.
Muhammad Ibnu Yazdad meriwayatkan dari Maimun bin Mihran dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw bersabda: "Tidur di pagi bari merusak jiwa dan tubuh), tidur di siang hari menambab semangat bekerja dan kreativitas, dan tidur di sore hari Penyebab kebodoban. "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...