26 Oktober 2011

Cacat Hewan Kurban


Hukum wanita menyembelih hewan

Cacat hewan kurban dibagi menjadi 3 macam:

Pertama, cacat yang menyebabkan tidak sah untuk digunakan berkurban.
Disebutkan dalam hadis, dari Al-Barra’ bin Azib radliallahu ‘anhu, bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda –sambil berisyarat dengan tangannya-,
أَرْبَعَةٌ لَا يَجْزِينَ فِي الْأَضَاحِيِّ : العَوْرَاءُ البَيِّن عَوْرُهَا و الـمَرِيضَةُ البَيِّنُ مَرَضُهَا و العَرجَاءُ البَيِّنُ ظَلْعُهَا وَ الكَسِيرَةُ الَّتِي لَا تُنْقِي
“Ada empat hewan yang tidak boleh dijadikan kurban: buta sebelah yang jelas butanya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya ketika jalan, dan hewan yang sangat kurus, seperti tidak memiliki sumsum.” (HR. Nasai, Abu Daud dan disahihkan Al-Albani).
Keterangan:

- Buta sebelah yang jelas butanya.
Jika butanya belum jelas –orang yang melihatnya menilai belum buta– meskipun pada hakikatnya kambing tersebut satu matanya tidak berfungsi maka boleh dikurbankan. Demikian pula hewan yang rabun senja. Ulama’ madzhab syafi’i menegaskan hewan yang rabun boleh digunakan untuk berkurban karena bukan termasuk hewan yang buta sebelah matanya.
- Sakit yang jelas sakitnya.
Jika sakitnya belum jelas, misalnya, hewan tersebut kelihatannya masih sehat maka boleh dikurbankan.
Pincang dan tampak jelas pincangnya.
Artinya, pincang yang tidak bisa berjalan normal. Akan tetapi jika baru kelihatan pincang, namun bisa berjalan dengan baik maka boleh dijadikan hewan kurban.
- Hewan yang sangat kurus, seperti tidak memiliki sumsum.
Dan jika ada hewan yang cacatnya lebih parah dari empat jenis cacat di atas maka lebih tidak boleh untuk digunakan berkurban.
(Shahih Fiqih Sunnah, II:373 dan Syarhul Mumti’ 3:294).
Sebagian ulama menjelaskan bahwa isyarat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamdengan tangannya ketika menyebutkan empat cacat tersebut menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membatasi jenis cacat yang terlarang. Sehingga yang bukan termasuk empat jenis cacat sebagaimana dalam hadis boleh digunakan sebagai kurban. (Syarhul Mumthi’ 7:464).
Kedua, cacat yang menyebabkan makruh untuk dijadikan kurban, ada 2:
- Sebagian atau keseluruhan telinganya terpotong
- Tanduknya pecah atau patah
(Shahih Fiqih Sunnah, II:373).
Terdapat hadis yang menyatakan larangan berkurban dengan hewan yang memilki dua cacat, telinga terpotong atau tanduk yang pecah. Namun hadisnya dhaif, sehingga sebagian ulama menggolongkan cacat jenis kedua ini hanya menyebabkan makruh dipakai untuk kurban. (Syarhul Mumthi’ 7:470).
Ketiga, cacat yang tidak berpengaruh pada hewan kurban (boleh dijadikan untuk kurban) namun kurang sempurna.
Selain 6 jenis cacat di atas atau cacat yang tidak lebih parah dari itu maka tidak berpengaruh pada status hewan kurban. Misalnya tidak bergigi (ompong), tidak berekor, bunting, atau tidak berhidung. Wallahu a’lam
(Shahih Fiqih Sunnah, II:373).
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsutasiSyariah.com
untuk refreshing silakan kunjungi link berikut: http://mas-laroyba.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...