Khusus untuk bank syariah, produknya
memiliki karakteristik khusus, secara umum produk bank syariah tersebut dapat
dibagi menjadi tiga yakni sebagai berikut.
1) Produk penghimpunan dana (funding)
2) Produk penyaluran dana (financing)
3) Produk jasa (services)
Dalam penyediaan produk penghimpunan dana dari
nasabahnya, bank syariah tidak melakukan
pendekatan tunggal sebagaimana yang diterapkan di bank konvensional. Menurut
Adiwarman A. Karim (2004) bahwa prinsip operasional syariah yang dapat
diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat di bank syariah adalah prinsip Wadi’ah
dan Mudharabah.
1) Prinsip Wadi’ah
Prinsip Wadi’ah
yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah yang diterapkan pada produk
rekening giro. Wadi’ah yad dhamanah berbeda dengan wadi’ah amanah.
Dalam wadi’ah amanah, pada prinsipnya harta titipan tidak boleh
dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sementara itu, dalam wadi’ah dhamanah, pihak yang dititipi (bank)
bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan, sehingga ia boleh memanfaatkan
harta titipan tersebut.
Bagan Jenis Akad
Wadi’ah
2) Prinsip Mudharabah
Akad yang sesuai
dengan prinsip investasi adalah mudharabah.
Tujuan akad mudharabah adalah kerja sama antara pemilik dana (shahibul
maal) dan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini adalah bank.
Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai
investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari
bank. Deposan, dengan demikian bukanlah lender atau kreditor bagi bank
seperti halnya pada bank konvensional.
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah,
penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal)
dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan bank
untuk melakukan transaksi dalam bentuk akad mudharabah atau ijarah.
Hasil usaha ini akan dibagihasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam
praktik perbankan syariah, prinsip mudharabah ini diaplikasikan pada
produk tabungan berjangka dan
deposito.
Dalam menyalurkan dananya kepada para nasabah, sebagaimana dijelaskan oleh
Adiwarman A. Karim (2004) bahwa secara umum produk penyaluran dana atau biasa
disebut dengan pembiayaan Bank Syariah
dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu sebagai berikut.
1) Pembiayaan dengan Prinsip Jual
Beli (Ba’i)
Prinsip jual beli
dilaksanakan sehubungan dengan adanya
perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat keuntungan bank
ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Rukun
jual beli terdiri atas lima yakni; 1)
penjual, 2) pembeli, 3) barang yang dijual, 4) harga dan 5) ijab qabul
(perjanjian/persetujuan). Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan
bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya menjadi tiga, yakni
pembiayaan murabahah, pembiayaan salam, dan pembiayaan istishna’.
Murabahah adalah suatu perjanjian yang disepakati antara bank syariah dengan nasabah,
yang mana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal
kerja lainnya dalam bentuk barang yang dibutuhkan nasabah. Ahmad Gozali (2005:29)
berpendapat bahwa murobahah adalah transaksi jual beli dengan mekanisme
pembayaran yang dapat ditangguhkan, baik itu ditangguhkan untuk dicicil sampai
lunas atau ditangguhkan dengan dibayar lunas pada akhir periode. Namun,
biasanya bank menggunakan pembayaran cicilan untuk menjaga kesehatan kondisi
keuangannya. Berikut merupakan skema pembiayaan dengan akad murobahah.
Bagan Skema
Pembiayaan Murobahah

Sedangkan istishna’ adalah perjanjian sewa yang memberikan hak
kepada penyewa untuk manfaat barang yang akan disewa dengan imbalan uang sewa sesuai dengan
persetujuan, dan setelah masa sewa berakhir maka barang dikembalikan kepada
pemilik. Ahmad Gozali (2005:31) berpendapat bahwa istishna’ adalah
transaksi jual beli dengan pesanan, yang mana pihak pembeli memesan suatu
barang untuk dibuatkan baginya, dan mengenai pembayarannya dapat dilakukan di
muka sekaligus, bertahap sesuai dengan progress pengerjaan, atau malah
dicicil dalam jangka panjang sesuai dengan perjanjian. Berikut contoh skema istishna’
untuk jual beli rumah yang digunakan bank dalam produk pemilikan rumah.
Bagan Skema Istishna’
Rumah
2) Pembiayaan dengan Prinsip Sewa (Ijarah)
Pada dasarnya,
prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, perbedaanya terletak pada objek
transaksinya. Dalam jual beli, objek transaksinya adalah barang sedangkan pada
ijarah objek transaksinya adalah jasa. Transaksi ijarah dilandasi dengan
adanya perpindahan manfaat, bukan perpindahan kepemilikan (hak milik).
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, ijarah adalah akad pemindahan
hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu
sendiri. Dengan demikian, dalam ijarah tidak ada perpindahan kepemilikan,
tetapi hanya perpindahan hak guna saja
dari yang menyewakan kepada penyewa.
Adapun jenis barang/jasa yang dapat menjadi objek ijarah di antaranya
sebagai berikut.
(a) Barang modal
(b) Barang produksi
(c) Barang kendaraan transportasi
(d) Jasa untuk membayar ongkos: uang sekolah/kuliah, tenaga
kerja, hotel, dan transportasi
3) Pembiayaan dengan Prinsip Bagi
Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan
syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut.
(a) Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan
Musyarakah adalah kontrak pembiayaan antara Bank Syariah dengan nasabah yang
membutuhkan pembiayaan, yang mana bank dan nasabah secara bersama-sama
membiayai suatu usaha yang juga dikelola secara bersama atas prinsip bagi
hasil.
Bagan Skema Pembiayaan Musyarakah
(b) Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan Mudharabah
adalah kerja sama antara dua pihak, yang mana shahibul maal menyediakan
dana, sedangkan mudharib menjadi pengelola dana, dengan keuntungan dan
kerugian dibagi menurut kesepakatan dimuka. Mudharabah dapat dibagi
menjadi dua, yakni mudharabah al mutlaqah dan mudharabah muqqayadah.
Mudharabah al mutlaqah adalah kerja sama antara dua pihak yang mana shahibul
maal menyediakan dana dan memberikan kewenangan penuh kepada mudharib
dalam menentukan jenis dan tempat investasi, dengan keuntungan
dan kerugian dibagi menurut kesepakatan di muka. Adapun mudharabah
muqqayadah adalah kerja sama antara dua pihak yang mana shahibul maal menyediakan
dana dan memberikan kewenangan terbatas kepada mudharib dalam menentukan
jenis dan tempat investasi, dengan keuntungan
dan kerugian dibagi menurut kesepakatan di muka.
Bagan Skema Pembiayaan Mudharabah
4) Pembiayaan dengan Akad Pelengkap
Akad pelengkap
tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tetapi ditujukan untuk mempermudah
pelaksanaan pem-biayaan. Dalam akad pelengkap ini, meskipun tidak ditujukan
untuk mencari keuntungan, dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk melaksanakan akad. Akad pelengkap di Bank Syariah, di
antaranya Hiwalah (alih utang – piutang), rahn (gadai), qardh, wakalah, dan
kafalah.
(a) Wakalah
Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh
satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Wakalah dapat dimaknai juga sebagai
akad perwakilan antara kedua belah pihak (bank dan nasabah) di mana nasabah
memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan atau
jasa tertentu. Atas hal tersebut, bank berhak meminta imbalan berupa fee yang
ditetapkan di awal. Syarat dalam akad wakalah
adalah sebagai berikut.
(1) Syarat-syarat muwakil
(yang mewakilkan)
Harus pemilik sah.
Orang mukhalaf dalam batas-batas tertentu.
(2) Syarat wakil (yang mewakili)
Cakap hukum.
Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan ke-padanya.
Wakil adalah orang yang diberi amanat.
(3) Hal-hal yang diwakilkan
Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili.
Tidak bertentangan dengan syariat islam.
Dapat diwakilkan menurut syariat islam.
(4) Ijab qobul
Bagan Skema Akad Wakalah
(b) Qardh
Qardh adalah suatu akad pinjaman
(penyaluran dana) kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib
mengembalikan dana yang diterimanya kepada Bank Syariah pada waktu yang telah
disepakati tanpa adanya tambahan yang ditentukan, baik di awal maupun di depan.
Dengan kata lain, Qardh adalah Pemberian harta kepada orang lain yang dapat
ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap
imbalan.
Bagan Skema Akad Qardh
(c) Rahn (Gadai)
Rahn (gadai) adalah akad menjadikan
barang yang mempunyai nilai ekonomis sebagai jaminan utang, sehingga pemilik
barang yang bersangkutan boleh mengambil utang. Ar Rahn berarti juga pawn(gadai)
yaitu kontrak penjaminan dan mengikat pada saat hak penguasaan atas barang
jaminan berpindah tangan. Muhammad Syafi’ Antonio (2001) mengartikan bahwa rahn
adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai
ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memiliki jaminan untuk dapat
mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Selain menjalankan
fungsinya sebagai penghubung antara pihak yang membutuhkan dana dengan pihak
yang kelebihan dana, bank syariah dapat pula
melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat
imbalan berupa sewa atau keuntungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar