6. Akhlak yang baik.
‘Aisyah -radiallahu'anha-
berkata,
"Aku mendengar Rasulullah -shalallahu
alaihi wasallam- bersabda,
[ إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ
خُلُقِهِ دَرَجَاتِ قَائِمِ اللَّيْلِ صَائِمِ النَّهَارِ] رواه الإمام مالك (1675) ، وأحمد
واللفظ له –الفتح الرباني-
(19/76) ، وأبو داود (4798) ، وابن حبان (480) ، والحاكم (199) ، وصححه الألباني
في صحيح الجامع (1620) .
“Sesungguhnya seorang mukmin dengan
akhlaknya yang baik akan mencapai derajat orang yang senantiasa shalat di malam
hari dan puasa di siang hari.” [1]
Abu Thayib
Muhammad Syamsuddin Âbadi -rahimahullah- berkata,
"Orang
yang berakhlak baik diberi keutamaan agung ini karena, orang yang berpuasa dan
shalat malam melawan keinginan dirinya yang berat melakukannya, sedangkan orang
yang mempergauli manusia dengan akhlak yang baik dengan keragaman tabiat dan
akhlak mereka seperti melawan banyak jiwa, sehingga mendapatkan apa yang
didapatkan oleh orang yang senantiasa
berpuasa dan shalat malam. Menjadi samalah derajatnya bahkan mungkin lebih.[2]
Sesungguhnya
manusia tidaklah diberi sesuatu setelah iman yang lebih baik dari pada akhlak
yang baik. Nabi -shalallahu alaihi wasalam- memohon kepada Tuhan-Nya -azzawajalla- diberi akhlak yang baik, sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Jabir ibn Abdillah -rahimahullah- bahwa Nabi -shalallahu
alaihi wasalam- jika membaca "istiftah" (bacaan pembuka shalat
setelah takbir) membaca:
[ إن صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب
العالمين لا شريك له وبذلك أمرت وأنا من المسلمين اللهم اهدني لأحسن الأعمال وأحسن الأخلاق لا يهدي لأحسنها إلا أنت وقني سيئ الأعمال وسيئ الأخلاق لا يقي سيئها إلا أنت ] رواه الإمام أحمد –الفتح
الرباني- (3/181) ، ومسلم (771) ، والترمذي (3421) ، والنسائي واللفظ له (897) ،
وأبو داود (760) ، والدارمي (1238) ، وابن خزيمة (462) ، والبيهقي (2172) ، وأبو
يعلى (285).
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku,
hidupku dan matiku hanyalah milik Allah, Tuhan semesta alam, tidak ada sekutu
baginya. Demikianlah aku diperintahkan dan aku termasuk orang yang berserah
diri. Ya Allah, tunjukkanlah kepadaku sebaik-baik amal dan sebaik-baik akhlak,
tidak ada yang menunjukkan
kepada kebaikannya kecuali Engkau, peliharalah aku dari seburuk-buruk amal dan
seburuk-buruk akhlak, tidak ada yang memelihara dari keburukan kecuali Engkau.[3]
Demikian pula
yang dilakukan Rasul -shalallahu alaihi wasalam- ketika melihat ke
cermin sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Mas’ud -radiallahu'anhu-
katanya,
"Rasulullah
-shalallahu alaihi wasalam- jika melihat ke cermin berdo’a:
[ اللهم كما حسنت خَلْقِي فحسن خُلُقِي ] رواه الإمام أحمد –الفتح
الرباني- (14/281) ، وابن حبان (959) ، وأبو يعلى (5075) ، والطيالسي واللفظ له (374) ، وصححه الألباني في
صحيح الجامع (1307)
Orang yang
berakhlak baik adalah manusia yang paling mencintai Rasulullah -shalallahu
alaihi wasalam- dan yang paling dekat majelisnya pada hari kiamat. Jabir -radiallahu'anhu-
meriwayatkannya kepada kita bahwa Raasulullah -shalallahu alaihi wasalam-
bersabda,
[ إن من أحبكم إلي وأقربكم مني مجلسا يوم القيامة أحاسنكم أخلاقًا ] رواه الإمام أحمد –الفتح
الرباني- (23/13) ، والترمذي واللفظ له (2018) ، والطبراني في الكبير (10424) ،
والبخاري في الأدب المفرد (272) ، وصححه الألباني في صحيح الترغيب والترهيب (2649)
.
“Sesungguhnya orang yang paling aku
cintai di antara kalian dan yang paling dekat majelisnya denganku pada hari
kiamat adalah yang paling baik akhlaknya.” [5]
Allah -azzawajalla-
akan memberikan istana bagi yang berakhlak baik di surga yang paling tinggi,
karena begitu besar pahalanya, dan sebagai penghormatan baginya. Ini sebagaimana
yang diriwayatkan oleh Abu Umamah al-Bahili -radiallahu'anhu- bahwa
Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- bersabda,
[ أنا زَعِيمٌ ببيت في رَبَضِ الجنة لمن ترك
الْمِرَاءَ وإن كان محقا وببيت في وسط
الجنة لمن ترك الكذب وإن كان مازحا وببيت
في أعلى الجنة لمن حَسَّنَ خُلُقَهُ ] رواه أبو داود واللفظ له (4800)،
والبيهقي (20965)، والطبراني في الكبير (7488)، وحسنه الألباني في صحيح الجامع
(1464).
"Aku adalah pemimpin pada rumah di dasar surga
bagi yang meninggalkan riya (pamer), sekalipun benar dan di pertengahan surga bagi yang meninggalkan dusta
walaupun bergurau dan di surga yang paling tinggi bagi yang memperbagus
akhlaknya.” [6]
Berakhlak baik
seyogianya tidak sebatas kepada orang-orang yang jauh saja, sementara
orang-orang yang dekat terlupakan. Ia mencakup juga kedua orang tua dan setiap
anggota keluargamu. Sebagian orang engkau dapati bertutur kata baik, lapang
dada dan sopan santun dalam berakhlak kepada orang lain, tetapi sebaliknya jika
kepada keluarga dan anak-anaknya.
7. Berupaya
berkhidmat kepada para janda dan orang-orang miskin.
Abu Hurairah -radiallahu'anhu-
berkata, "Nabi -shalallahu alaihi wasalam- bersabda,
[ السَّاعِي عَلَى الأَرْمَلَةِ
وَالْمِسْكِينِ كَالْمُجَاهِدِ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ الْقَائِمِ اللَّيْلَ الصَّائِمِ النَّهَارَ ] رواه الإمام أحمد –الفتح
الرباني- (19/55) ، والبخاري واللفظ له (5353) ، ومسلم (2982) ، والترمذي (1969) ،
والنسائي (2577) ، وابن ماجه (2140) ، وابن حبان (4245) ، والبيهقي (12444).
“Orang yang berupaya berkhidmat
kepada para janda dan orang-orang miskin seperti mujahid di jalan Allah atau
seperti orang yang shalat 'qiyamul lail' dan puasa di siang hari.” [7]
Mungkin sekali
engkau dapatkan pahala yang banyak ini dengan berkhidmat kepada orang-orang
fakir dalam membantu mendaftarkan mereka pada "jam’iyyah khairiah"
(lembaga sosial) misalnya, agar di data kebutuhan-kebutuhan mereka dan diberi
bantuan.
Mungkin juga
mendapat pahala besar ini jika berusaha berkhidmat kepada para janda, yaitu
wanita yang ditinggal mati suaminya sehingga menjadi fakir. Ini bukan perkara
sulit karena jika engkau selidiki keluarga terdekatmu akan engkau dapati ada
saja yang ditinggal mati suaminya dari bibi-bibimu atau dari garis nenek.
Dengan berkhidmat kepada mereka dan membelikan kebutuhan-kebutuhannya engkau
akan mendapat pahala jihad atau pahala qiyamul lail.
8. Menjaga
sebagian dari adab-adab Jumat.
Aus ibn Aus
ats-Tsaqafi -radiallahu'anhu- berkata,
“Aku mendengar
Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- bersabda:
[ مَنْ غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
وَاغْتَسَلَ ثُمَّ بَكَّرَ
وَابْتَكَرَ وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ وَدَنَا مِنْ الإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَل كَانَ لَهُ بِكُلِّ
خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا
وَقِيَامِهَا ] رواه
الإمام أحمد –الفتح الرباني-
(6/51) ، والترمذي (496) ، وأبو داود واللفظ له (345) ، والنسائي (1381) ، وابن
ماجه (1087) ، والدارمي (1547) ، والحاكم (1041) ، وابن خزيمة (1758) ، وصححه
الألباني في صحيح الجامع (6405) .
“Barang siapa yang mandi pada hari
Jumat kemudian bersegera (ke masjid) dengan berjalan kaki, tidak naik
kendaraan, kemudian mendekat ke imam mendengarkan (khotbah Jumat), tidak
bergurau, maka setiap satu langkahnya dihitung amal satu tahun pahala seperti
pahala puasa dan shalat malam” [8]
Satu langkah
menuju shalat Jumat bagi yang melaksanakan adab-adab yang disebutkan tidak
menyamai pahala qiyamul lail satu kali, seminggu atau sebulan, akan tetapi menyamai
pahala setahun penuh. Karenanya perhatikanlah besarnya pahala ini.
Adab-adab
tersebut dalam bentuk: mandi pada hari Jumat, bersegera menuju masjid, berjalan
kaki menuju masjid, mendekat pada imam, tidak menjauh ke barisan yang paling
akhir, mendengarkan khotbah dengan baik dan tidak melakukan lagha
(kesia-siaan) dan bergurau.
Perlu diketahui
bahwa main-main saat khotbah berlangsung terhitung lagha (kesia-siaan).
Siapa yang berbuat lagha (kesia-siaan), tidak ada pahala shalat Jumat
baginya. Siapa yang memainkan batu atau kerikil berarti telah berbuat lagha.
Siapa yang berkata: “diam!” berarti telah berbuat lagha. Berkata kepada
teman atau anaknya yang masih kecil, “diam!” berarti telah berbuat lagha.
Siapa yang memainkan tasbihnya atau handphonenya atau apa saja ketika khotbah
tengah berlangsung berarti telah berbuat lagha.
Tidak seyogianya lalai dengan adab-adab Jumat
sama sekali agar tidak merugi dengan pahala yang besar ini yang akan
memberatkan timbanganmu dengan banyak dan memberimu pahala qiyamul lail
bertahun-tahun.
[1] HR.
Imam Mâlik no.1675. Ahmad dan ini lafadznya, lihat kitab al-Fathur Rabbani
XIX/76. Abu Dawud no.4798, Ibnu Hibban no.480, al-Hakim no.199. Al-Albani
menshahihkannya dalam Shahih al-Jami’ no.1620.
[2] ‘Aunu
al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud karya Abu Thayib Muhammad Syamsuddin al-Haq
al-‘Adzhim Abadi XIII/154 no. 4798.
[3] HR. al-Imam
Ahmad –al-Fathu ar-Rabbani- III/181, Muslim no.771, at-Tirmidzi no.3421,
an-Nasai dan ini lafadhznya no.897, Abu Dawud no.760, ad-Darimi no.1238, Ibnu
Khuzaimah no.462, al-Baihaqi no.2172 dan Abu Ya’la no.285.
[4] HR.
al-Imam Ahmad –al-Fathu ar-Rabbani- XIV/281, Ibnu Hibban no.959, Abu Ya’la
no.5075, at-Thayalisi dan ini lafadhznya no.374 dan al-Albani menshahihkannya
dalam Shahih al-Jami’ no.1307.
[5] HR.
al-Imam Ahmad –al-Fathu ar-Rabbani- XXIII/13, at-Tirmidzi dan ini lafadhznya
no.2018, at-Thabarani dalam al-Kabir no.10424, al-Bukhari dalam al-Adab
al-mufrad no.272 dan al-Albani menshahihkannya dalam Shahih at-Targhib wa
at-Tarhib no.2649.
[6] HR. Abu
Dawud dan ini lafadhznya no.4800), al-Baihaqi no.20965, at-Thabarani dalam
al-Kabir no.7488, dan al-Albani menghasankannya dalam Shahih al-Jami’ no.1464.
[7] HR. Imam al-Ahmad –al-Fathu ar-Rabbani-
XIX/55, al-Bukhari dan ini lafadhznya no.5353, Muslim no.2982, at-Tirmidzi
no.1969, an-Nasai no.2577, Ibnu Majah no.2140, Ibnu Hibban no.4345 dan
al-Baihaqi no.12444.
[8] HR. al-Imam Ahmad –al-Fathu ar-Rabbani
VI/51, at-Tirmidzi no.496, Abu Dawud dan ini lafadhznya no.345, an-Nasai
no.1381, Ibnu Majah no.1087, ad-Darimi no.1547, al-Hakim no.1041, Ibnu
Khuzaimah no.1758 dan al-Albani menshahihkannya dalam Shahih al-Jami’ no.6405.
sumber:
diposkan oleh: http://mas-labbaika.blogspot.com/
klik juga: http://mas-laroyba.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar