19 Desember 2011

Optimalisasi Kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN)


Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara yang diperoleh melalui penyetoran dividen atas laba usaha dan juga hasil penjualan sebagian kepemilikan BUMN melalui program privatisasi. Seiring dengan peningkatan belanja negara dan keterbatasan pemerintah dalam mendapatkan sumber pendanaan, kontribusi BUMN khususnya dari dividen diharapkan juga meningkat dan dapat menjadi faktor yang signifikan dalam penerimaan negara.
Berikut ini strategi optimalisasi BUMN yang mendesak dilakukan agar diperoleh BUMN yang sehat dan dapat menjadi pilar utama penerimaan negara.

  1. Melakukan mapping atas kinerja BUMN saat ini dengan mengunakan berbagai indikator dan tehnik manajemen. Mapping dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan seperti Balance Score Card (BSC), Activity Based Costing (ABC), dan Benchmarking. Melalui BSC yang memiliki perspektif jangka panjang, kinerja perusahaan diteropong tidak hanya dari aspek keuangan namun juga dari persepsi konsumen, inovasi perusahaan, dan kapabilitas SDM. Pendekatan ABC akan menghasilkan cost structure yang lebih cermat atas setiap jenis produk BUMN dan non-value added activities, seperti kelebihan persediaan yang harus dieliminasi. Dari pendekatan benchmarking, BUMN dapat melakukan perbandingan value chain yang dimiliki dengan perusahaan sejenis, swasta, atau BUMN lainnya.
  2. BUMN harus mampu menghasilkan produk yang memiliki daya saing tinggi. Persaingan di tingkat konsumen sudah pada tahap globalisasi pasar artinya produsen dari suatu produk dapat berasal tidak saja dari lingkungan domestik namun juga internasional. Kesepakatan GATT, AFTA, WTO, dan perjanjian sejenis membuka pasar semua negara untuk dimasuki produsen dari negara lain. Trend pasar saat ini adalah produsen yang mencari konsumen dan bukan sebaliknya. Peningkatan daya saing dapat dilakukan melalui strategi cost down, on-time delivery, increase function, dan high quality.
  3. Penajaman kriteria atas BUMN yang terkait dengan kepentingan publik dan strategis berikut subsidi yang harus ditanggung oleh pemerintah atas pelayanan yang dilakukan BUMN tersebut. Terhadap BUMN yang tidak terkait langsung dengan publik, kinerja BUMN haruslah sama atau lebih baik dari perusahaan swasta atau asing yang sejenis (benchmarking)
  4. Manajemen puncak BUMN hendaklah para profesional yang ahli di bidangnya dan tidak semata pegawai karir di lingkungan BUMN. Pencapaian posisi manajeman puncak dilakukan melalui proses persaingan sehat, dan beberapa posisi direksi dialokasikan bagi pihak luar yang memiliki kompentensi. Melihat dampak dari KKN yang semakin menurunkan daya saing produk BUMN adalah jauh lebih optimal dengan memberikan reward yang tinggi kepada profesional yang berhasil dan sebaliknya punishment bila gagal mencapai target yang diinginkan.
  5. Penerapan good corporate governance (GCG) dengan meminimalkan campur tangan birokrasi terhadap operasional BUMN. Manajeman BUMN hendaknya hanya berkonsentrasi pada pencapaian visi dan misi BUMN dan menerapkan GCG atas pengelolaan yang dilakukan. Mereka seyogyanya tidak terlibat hal-hal non teknis dengan birokrat (kementerian BUMN dan departemen teknis). Untuk mencegah intervensi perlu adanya kode etik atas pegawai Kementerian BUMN yang dikontrol secara ketat. Hal yang sama juga hendaknya diberlakukan pada direksi dan pegawai BUMN.

Strategi optimalisasi di atas membutuhkan persyaratan utama yaitu adanya komitmen tegas dari pihak-pihak terkait, seperti departemen teknis dan manajemen BUMN, untuk menjadikan BUMN sebagai badan usaha yang mandiri dan profesional setara dengan badan usaha swasta dan asing lainnya. Dengan komitmen tersebut misi BUMN sebagai word wide entrerprise dan sekaligus kontributor utama penerimaan negara tidak terlalu sulit direalisasikan dalam waktu dekat. 
Sumber: www.itjen.depkeu.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...